Batas Wilayah Filipina

Batas Wilayah Filipina – Sejarah Islam di Filipina erat kaitannya dengan wilayah lain di Asia Tenggara. Sulu, bersama Semenanjung Malaya dan kepulauan Indonesia, telah banyak terlibat dalam perdagangan sejak abad ke-13. Bisa jadi lebih awal. Bahasa umum yang digunakan para pedagang adalah bahasa Melayu. Bahasa Melayu digunakan di Istana Sulu, sebagaimana digunakan di Istana Malaka, Brunei dan daerah lainnya.

Baru pada abad ke-17, ketika bangsa Spanyol dan Eropa lainnya tiba di Kepulauan Filipina, Kepulauan Sulu mulai terisolasi dari wilayah Melayu lainnya. Sejak saat itu, penggunaan bahasa Melayu mulai menurun.[1]

Batas Wilayah Filipina

Tradisi penulisan tarsila (berasal dari bahasa Arab Silsilah, rantai atau hubungan) di kalangan Muslim Filipina mungkin berasal dari kerajaan Muslim di kepulauan tetangga Indonesia, yang memiliki sejarah Islamisasi lebih awal. Mengenai tarsila ini, meski banyak yang terbakar saat Jepang dan pertempuran, kata Majul, namun ada pula yang masih terselamatkan.

Keadaan Alam Negara Negara Asean, Dari Indonesia Hingga Kamboja

Sultan pertama bernama Sultan Syarif (Abu Bakar), yang makamnya terletak di salah satu lereng Gunung Tumangtangis, di depan Buansa. Tidak ada tanggal tertulis di kuburan. Tahun tidak diberikan pada tarsila Sulu. Absennya tahun tersebut bukan berarti tidak ada. Menurut salah satu sumber, pada tahun 1410 M, Raja Baguinda menerima seekor gajah sebagai hadiah dari wilayah Kalimantan Kerajaan Brunei yang tidak lagi membayar upeti ke Pulau Jawa (Majapahit).[3]

Akibat proses sejarah tersebut, umat Islam Filipina terpecah menjadi kelompok etnolinguistik yang meliputi: kelompok Manguindanao, Maranao dan Iranun, Tausung, Samal, Yakan, Jama Mapun, kelompok Palawan (Palawan dan Malbong), Kalagan, Kolibugan dan Sangil. . Kebanyakan dari mereka tinggal di Filipina bagian selatan, tepatnya di pulau Mindanao dan kepulauan Sulu.[4] Namun, terlepas dari perbedaan mereka, “semua Muslim Filipina mengakui diri mereka sebagai anggota komunitas agama yang lebih besar, yang melampaui batas-batas bahasa, ras, etnis, dan negara”.[5]

Wilayah Filipina yang luas dikunjungi oleh para pedagang Muslim, yang berlayar dari Laut Merah hingga Laut Cina. Para pedagang Muslim singgah di Kalimantan pada abad ke-10 dan sebagian menetap di Sulu pada awal abad ke-13. Pada saat itu, para pengkhotbah Islam (mahdumin) dari pulau-pulau terdekat di Indonesia mencoba menyebarkan agama yang dipengaruhi tasawuf, dan masjid-masjid sederhana dibangun.[6]

Ketika Malaka sedang berada di puncak kesuksesannya, kota ini menjadi pusat Islam dan banyak para da’i menyebar ke berbagai pulau lainnya. Namun pada tahun 1511 pusat bisnis Islam internasional jatuh ke tangan Portugis. Anggota pemerintahan mengungsi ke daerah lain dan beberapa di antaranya mendirikan pemerintahan baru, seperti di pantai barat Mindanao. Para pendiri dan penerus memperluas kekuasaannya ke wilayah selatan, yang kini mencakup provinsi Cotabato.

Baca juga  Sebutkan 3 Arti Penting Semangat Persatuan Dan Kesatuan Bagi Masyarakat

Berikut 7 Persamaan Kondisi Geografis Negara Indonesia Dan Filipina

Dengan jatuhnya Malaka, Brunei muncul sebagai kekuatan maritim dan bisnis terkemuka. Pada tahun 1520, jumlah pedagang dan pengkhotbah yang tiba di Filipina meningkat.[7]

Pada tahun 1565, Spanyol datang ke Filipina untuk membangun koloni dan menarik orang-orang ke agama Kristen. Kedatangannya menghentikan penyebaran Islam di utara dan selatan Filipina, menuju Luzon dan Kepulauan Visayan. Sejak itu, penyebaran Islam terbatas di pulau Sulu dan Mindanao bagian barat.

Imigran Spanyol menggunakan kekerasan, persuasi, atau ketundukan halus dengan iming-iming hadiah terhadap orang Filipina di desa-desa yang tersebar luas. Namun tiga kesultanan dari wilayah selatan, Sulu, Magindanao dan Buayan, menentangnya. Mereka telah gagal. Oleh karena itu, orang-orang Spanyol memaksa penduduk asli yang telah memeluk agamanya untuk menjadi sekutu mereka dalam pertempuran, dan menjadikan mereka pendayung, penombak atau tentara untuk menyerang kota-kota dan benteng-benteng Islam.[8]

Penduduk asli telah diindoktrinasi karena mereka memberikan layanan keagamaan. Mereka juga menghadapi perjuangan melawan bangsa Moor yang keras kepala. Upaya ini memperluas Perang Salib dari Eropa hingga Kepulauan Melayu pada Abad Pertengahan.

Dep 1 Rapat Pemkot Batam (12 2 2020)

Penduduk asli Muslim mampu menolak semua upaya Spanyol untuk menaklukkan dan mengkritik mereka, sehingga para misionaris tidak berdaya. Keberhasilan penerimaan Islam atas Kristen disebabkan oleh perbedaan fokus penduduk. Cara yang dilakukan Spanyol berujung pada hilangnya kemerdekaan politik dan nasional, sehingga masyarakat lebih merasakannya seperti perbudakan, serta melakukan kekejaman dan intoleransi. Berbeda sekali dengan pendekatan para dakwah Islam, cara mereka mengenalkan agama dengan mempelajari bahasa, menggunakan adat istiadat, menikah dan berintegrasi ke dalam kehidupan masyarakat serta tidak memperlakukan diri sebagai golongan atas dan masyarakat sebagai golongan rendah. Sebaliknya, orang-orang Spanyol tidak mengetahui bahasa, adat istiadat, dan cara hidup masyarakatnya, serta sikap ceroboh mereka, dan terutama keserakahan dan kerakusan mereka, membuat agama mereka tidak populer dan agama hanya digunakan sebagai alat politik. kemajuan mereka [10]

Di kemudian hari, perang panjang antara Spanyol dan Muslim disebut “Perang Moor”, hingga memudarnya kekuatan Spanyol. Perang tersebut juga meningkatkan ketegangan dan konflik antara Kristen dan Islam.[11]

Orang Spanyol memandang masyarakat Filipina sebagai masyarakat Hindia Timur secara negatif, seperti tidak bisa diandalkan, bodoh, dan malas. Namun Rizal menantang persepsi penulis Spanyol itu terhadap Filipina.[12]

Baca juga  Hal Pertama Yang Perlu Dipahami Dalam Sebuah Denah Adalah

Orang Spanyol terus menggambarkan umat Islam secara negatif melalui drama sebagai alat propaganda negatif. Bahkan setelah jatuhnya kekuasaan rezim Spanyol, mereka masih mewakilinya dalam lakon yang disebabkan oleh perang Jepang-Amerika. Saingan pendeta Spanyol adalah para misionaris yang mengutuk orang Spanyol dan pengikut pribumi mereka yang telah menganut agama Kristen. Orang-orang Spanyol diejek sebagai babi, pencuri yang tidak bermoral dan rakus, yang datang ke Filipina untuk menjarah apa yang tidak dimiliki negara mereka sendiri. Sedangkan warga Kristen pribumi adalah pelayan yang dijadikan boneka dan dimanfaatkan untuk kepentingan imperialis. ‘Pengkhianatan’ yang dilakukan penduduk asli Filipina akan selalu dibenci umat Islam karena pernah mengakui bahwa kedua kelompok tersebut berasal dari garis keturunan yang sama”.[13]

Serangan Lintas Perbatasan Di Sabah

Pada kuartal terakhir abad ke-19, kebijakan resmi Spanyol lebih berfokus pada menjadikan umat Islam sebagai warga negara monarki Spanyol yang damai dan patuh, namun para misionaris mendorong pemerintah kolonial bahwa mereka akan menjadi warga negara yang baik jika mereka menjadi Kristen. Pemerintah terus mengirimkan pasukan militer ke wilayah Muslim, yang akhirnya menang. Akibatnya akan terjadi kehancuran wilayah umat Islam serta kehancuran ekonomi dan militer Islam. Beberapa sultan terpaksa membuat perjanjian dengan mereka, meski nyatanya mereka belum menyerah.[14]

Inilah yang disaksikan Amerika ketika mereka mengambil alih kekuasaan dari Spanyol pada tahun 1898. Kemudian pemerintahan revolusioner Emilio Aguinaldo dan pemerintahan Republik Pertama Filipina berikutnya berusaha mendapatkan bantuan umat Islam untuk melawan Amerika. Namun upaya ini gagal karena para sultan dan datus tidak mempercayai umat Kristen Filipina yang mereka lawan, seperti rezim kolonial Spanyol.

Pada tahun-tahun berikutnya, pemerintah Filipina harus berhadapan dengan umat Islam di wilayah selatan. Rezim Filipina antara lain membunuh umat Islam dalam peristiwa yang dikenal sebagai “Pembantaian Jabidah” ​​pada Maret 1968. Ketegangan terus berlanjut dan mengiringi kekuasaan rezim tersebut.

[1] Caesar A Majul, “An Analysis of “Silsilah Sulu” dalam Ahmad Ibrahim, ed. Dkk., Islam in Southeast Asia, Historical Perspective, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal.99

Islam Di Filipina

[7] Ibidem, hal. 9; Lihat juga Adrian Blapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara, (Depok: Komunitas Bambu, 2008, hal. 55).

[8] Ibidem, hal. 10; baca juga Saiful Mujani, (ed.), Perkembangan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara (Jkt. LP3ES, 1993), hal. 201

Tentang sejarah… “masa kini dan masa lalu akan muncul di masa depan…” ts eliot (masa kini dan masa lalu akan muncul di masa depan)

Baca juga  Jumlah Kromosom Spermatogonium Dan Spermatozoa Adalah

Catatan ini telah diposting di Islam, Kolonialisme, sejarah dan menandai Asia Tenggara, Filipina, Sejarah, Kolonialisme, kolonialisme Spanyol, sejarah, Asia Tenggara. Tandai tautan permanen.JMOL. Indonesia menyambut baik selesainya proses ratifikasi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh Filipina. Demikian salah satu berita pertemuan Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Filipina Rodrigo R. Duterte di sela-sela KTT ASEAN ke-34 di Bangkok, Thailand pada Sabtu malam, 22 Juni 2019.

Perundingan Mendesak Dituntaskan

Perjanjian perbatasan laut antara kedua negara nusantara (termasuk ZEE) ditandatangani pada tanggal 18 Mei 2014 di Jakarta, Indonesia dan dilanjutkan pada tanggal 23 Mei 2014 di Istana Malacañang di Manila, Filipina. Indonesia meratifikasinya pada 27 April 2017, namun ratifikasi oleh Filipina masih berlangsung karena sistem ratifikasi negara yang berbeda.

Perbatasan ZEE Indonesia-Filipina terdiri dari 8 titik koordinat geografis, dengan total panjang 1.162,2 kilometer (627.5 nautical miles; 722.2 mi), melintasi Laut Sulawesi dan Laut Filipina.

Dengan selesainya ratifikasi tersebut di atas akan memberikan kepastian penegakan hukum dan menjadi landasan bagi semakin eratnya kerja sama kedua negara di bidang maritim. Upacara pertukaran instrumen ratifikasi akan dilaksanakan kedua menteri luar negeri di Jakarta pada Agustus 2019.

Presiden Joko Widodo mengatakan, setelah ratifikasi KLHS selesai, pihaknya akan melanjutkan perundingan di landas kontinen kedua negara. Batas maritim Indonesia dengan negara tetangga meliputi laut teritorial, batas perairan ZEE, batas dasar laut, atau landas kontinen. Sejauh ini, baru perbatasan laut antara Indonesia dan Australia yang disepakati sepenuhnya. [JB]Com Sejarah Negara: Filipina adalah sebuah republik di Asia Tenggara, sebelah utara Indonesia dan Malaysia. Filipina merupakan negara kepulauan di Samudera Pasifik bagian barat, negaranya terdiri dari 7.641 pulau. Selama ribuan tahun, masyarakat Kepulauan Filipina dan para pekerjanya telah mengembangkan sistem penanaman padi yang sangat maju.

Jokowi Ingin Bumn Dan Swasta Makin Dukung Pembangunan Filipina

Tergantung pada garis lintang, Filipina memiliki iklim tropis dengan suhu udara rata-rata 25 derajat C – 28 derajat C. Topan (badai tropis) biasa terjadi di bagian utara dan tengah antara bulan September dan November. Angin ini bertiup kencang dari arah Samudera Pasifik menuju Laut Cina Selatan akibat depresi iklim di sekitarnya.

Nama Filipina (Filipina) berasal dari nama raja Spanyol yaitu: Philips. Filipina telah dijajah oleh Spanyol selama lebih dari 350 tahun sejak tahun 1521. Pada tanggal tersebut

Batas batas wilayah laos, batas wilayah negara filipina, batas wilayah, batas wilayah arab saudi, batas wilayah provinsi banten, batas wilayah provinsi bali, batas wilayah asia barat, batas wilayah selandia baru, batas wilayah kamboja, batas batas negara filipina, batas batas wilayah brazil, batas filipina