Wilayah Yang Sangat Bagus Sebagai Daerah Resapan Air Adalah

Wilayah Yang Sangat Bagus Sebagai Daerah Resapan Air Adalah – Pada Jumat (23/1/2015), sebuah mobil sedan BMW berwarna putih bernomor registrasi B 1920 TAD yang diduga mogok akibat banjir, terjebak di tengah banjir yang menggenangi Jalan Barat Boulevard, Kelapa Gading, Jakarta Utara. (KOMPAS.com). /Robert Bellarmine)

JAKARTA, KOMPAS.com – Penataan ruang wilayah (RTRW) menjadi landasan pembangunan kota. TRV mengatur wilayah mana yang diperuntukkan bagi kawasan pemukiman, perkantoran dan bisnis, kawasan hijau, dan daerah tangkapan air. Jadi tentunya kota yang baik adalah kota yang dibangun sesuai RTRW.

Wilayah Yang Sangat Bagus Sebagai Daerah Resapan Air Adalah

Bagaimana dengan DKI Jakarta? Dari sekian banyak hal yang terjadi, mungkin perkembangan ibu kota tidak sesuai dengan RTVR. Banyak terdapat permukiman kumuh yang berdiri di tepi sungai, waduk atau rel kereta api. Warga yang tinggal di tempat tersebut dituding sebagai pelaku aib DKI Jakarta. Kebiasaan dan perilaku tidak ramah lingkungan diyakini turut menyumbang permasalahan mendesak yang terjadi di Jakarta setiap tahunnya, yakni banjir.

Pdf) Analisis Perubahan Luas Kawasan Resapan Air Di Kota Manado

Namun, kawasan kumuh dan penghuninya seharusnya tidak menjadi satu-satunya penyebab banjir di ibu kota. Permukiman mewah yang berdiri di atas lahan yang tidak sesuai juga turut andil dalam terjadinya banjir yang selalu terjadi saat musim hujan.

Seperti dikutip Harian Kompas, 20 Desember 2013, dalam artikel “RTRW Jakarta Dilanggar”, pemanfaatan ruang di Jakarta diatur dalam RTRW yang diterbitkan pada tahun 1965. Di dalamnya diatur bahwa pembangunan kota dilakukan hanya terbatas pada wilayah timur dan barat, sehingga mengurangi tekanan terhadap pembangunan di wilayah utara dan membatasi pembangunan di wilayah selatan.

Namun kenyataannya, rencana tersebut hanyalah angan-angan saja saat ini. Sebab, wilayah selatan dan utara benar-benar jenuh dengan pembangunan. Apalagi di bagian utara, saat ini banyak dibangun pemukiman elit. Ironisnya, pemukiman tersebut dibangun di atas lahan yang sebenarnya diperuntukkan sebagai daerah tangkapan air. Salah satunya adalah Kelapa Gading.

Dalam Rencana Jakarta 1965-1985, kawasan Kelapa Gading difungsikan sebagai persawahan, daerah aliran sungai, dan rawa yang menjadi tempat penampungan air sementara di laut lepas untuk mencegah banjir di wilayah sekitarnya. Namun dalam perkembangannya, Kelapa Gading telah menjadi kawasan hunian kelas atas yang hampir setiap akhir pekan diiklankan di TV sebagai salah satu hunian termewah di Jakarta.

Baca juga  Latihan Gerakan Dasar Berenang Adalah

Ada Aktivitas Penimbunan Di Sekitar Sungai Toca, Lurah Hingga Dlh Tidak Tahu

Dan kini Kelapa Gading juga menjadi salah satu wilayah yang sering terjadi banjir, yang kemudian merembet ke wilayah lain di sekitarnya.

Contoh lain kawasan hunian mewah yang berdiri di daerah tangkapan air berdasarkan data Litbang Kompas, kawasan Angke Kapuk. Pada tahun 1977 kawasan Angke Kapuk ditetapkan sebagai hutan bakau lindung, hutan wisata dan persemaian. Namun, pada tahun 1982, sekitar 70 persen kawasan hutan lindung ini dialihkan ke sektor swasta untuk pembangunan perumahan, komersial, dan fasilitas tambahan. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan di kawasan yang relatif dekat dengan Bandara Sukarno Hatta. Daerah pemukiman yang luas dibangun di sini. Alhasil, jalan tol dari dan ke Bandara Soetta saat ini menjadi salah satu jalan tol yang rawan banjir.

Pengamat Kota Nirwono Yoga mengatakan, wilayah lain di Jakarta Utara yang mengalami alih fungsi lahan adalah Pluit. Menurutnya, dulunya ada Taman Buaya dan Hutan Mangrove di Pluit, kini berubah menjadi Mega Mall Pluit.

“Dalam RUTR Jakarta tahun 1985-2005, Pluit merupakan kawasan pemukiman terlarang karena merupakan daerah tangkapan air (catchment area). Oleh karena itu, banyak terjadi pemanfaatan wilayah tanpa tujuan dan perubahan tata ruang,” ujarnya

Mahasiswa Kkn Undip Membuat Biopori Sebagai Tempat Daerah Resapan Air Dan Tempat Pembuatan Pupuk Kompos

Dalam RTRW 1965, pembangunan wilayah di Jakarta Selatan seharusnya dibatasi karena kawasan tersebut ditetapkan sebagai daerah tangkapan air. Pada tahun 1983, luas terbangun di Jakarta Selatan masih 26 persen dari total luas wilayah. Namun, selama dua puluh tahun berikutnya, luas lahan terbangun meningkat menjadi 72 persen. Persentase ini melebihi pangsa kawasan terbangun di Jakarta Timur.

Salah satu kawasan yang berkembang pesat namun belum sesuai peruntukannya adalah Kemang. Dalam RUTR tahun 2005 (1985-2005), wilayah yang termasuk dalam DAS Krukut ditetapkan sebagai pengembangan pemukiman dengan pembangunan terbatas karena fungsi DAS.

Bahkan, Kemang kini dikenal sebagai kawasan komersial yang dipenuhi kafe, restoran, dan hotel. Bahkan, Kemang dikenal sebagai tempat berkumpulnya anak-anak muda ibu kota. Namun karena “diperuntukkan” sebagai daerah tangkapan air, Kemang menjadi kawasan rawan banjir. Jika terjadi hujan lebat, hampir bisa dipastikan akan banyak air banjir di kawasan tersebut.

Dapatkan berita pilihan dan berita terhangat dari Kompas.com setiap hari. Bergabunglah dengan grup Telegram Update Berita Kompas.com, klik link https://t.me/kompascomupdate lalu gabung. Pertama, Anda perlu menginstal aplikasi Telegram di ponsel Anda.

Pdf) Model Penentuan Kawasan Resapan Air Untuk Perencanaan Tata Ruang Berwawasan Lingkungan

Jixie akan mencari pesan yang mendekati preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita ini disajikan sebagai berita kurasi yang lebih relevan dengan minat Anda.

Baca juga  Nama Nama Bilangan

Lemahnya Posisi Konsumen Zloty, Berujung Denda: Masalah Meteran Listrik Terulang, Tapi Tak Ada Pilihan Lain Baca 3409 kali

Informasi Anda akan digunakan untuk memverifikasi akun Anda ketika Anda memerlukan bantuan atau ketika aktivitas yang tidak biasa terdeteksi di akun Anda. Jika Pemprov DKI Jakarta membangun 150.000 sumur resapan yang berkualitas dan fungsional, maka air hujan yang tersimpan di dalam tanah akan berkurang sekitar 73,2 juta meter kubik per tahun. Upaya ini akan efektif mencegah terjadinya genangan air saat hujan.

Apa yang salah dengan sumur rembesan di DKI Jakarta? Itulah pertanyaan pertama yang mengemuka saat ramai diperbincangkan di media elektronik saat banjir terjadi di Jakarta pada awal November 2021. Pembangunan sinkhole di DKI Jakarta atau yang lebih dikenal dengan drainase vertikal ternyata tidak efektif meredam banjir, meski anggaran yang dikeluarkan cukup besar.

Yuk, Bikin Sumur Resapan

Dalam melihat hal tersebut tentunya kita perlu melihat secara objektif dan memahami apa itu sumur resapan. Tujuan pembuatan sumur resapan adalah untuk mengurangi banjir (zero runoff) dan melakukan konservasi air tanah (conserve ground water) untuk mengurangi beban air hujan yang masuk ke sungai sehingga tidak menimbulkan banjir di Jakarta.

Faktanya, gorong-gorong tidak dirancang untuk mampu menampung debit air yang sangat tinggi dan curah hujan yang tinggi. Penanggulangan banjir harus dilakukan secara terpadu sebagai gerakan bersama pusat, daerah, kelompok masyarakat, dan badan usaha. Untuk mencegah banjir dengan limpasan air yang tinggi, sebaiknya menggunakan metode vegetasi dan rekayasa yang disesuaikan dengan wilayah masing-masing, misalnya di bagian hulu, tengah, dan hilir DAS.

Pertama, kita perlu memahami penyebab terjadinya banjir di Jakarta, banjir yang hampir berbarengan dengan wilayah lain di Indonesia seperti Batu Malang, Palangkaraya bahkan Sintang Kalimantan Barat sejak awal musim hujan ini. Beberapa penyebab terjadinya banjir di DKI Jakarta, pertama, daya tampung kota semakin berkurang, laju pembangunan dan perubahan tata ruang tidak dibarengi dengan peningkatan ruang terbuka hijau (RTH).

Kedua, drainase kota sudah tidak optimal lagi. Seluruh jaringan saluran pembuangan yang rusak tidak diperbaiki. Beberapa kawasan sudah diperbaiki, drainase dan trotoar sudah diperbaiki, termasuk jaringan utilitas pendukung, namun itu tidak semuanya terjadi di wilayah Jakarta.

Pkp Daerah Istimewa Yogyakarta

Ketiga, kerusakan lingkungan di kawasan hulu atau kawasan Puncak sebagai menara air semakin meningkatkan aliran air yang masuk ke Jakarta. Sejauh ini, belum ada upaya signifikan untuk mengatasi kerusakan di hulu sungai.

Kerusakan lingkungan di bagian hulu atau kawasan Puncak karena menara air semakin meningkatkan aliran air yang masuk ke Jakarta.

Keempat, 13 sungai mengalir melalui wilayah Jakarta yang sumbernya berada di provinsi lain yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat di bawah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR. Kekuasaan tersebut selalu menjadi kendala dalam penataan 13 wilayah sungai tersebut, sehingga diperlukan sinergi antara pusat dan daerah.

Baca juga  Bagaimana Jika Permainan Simpai Tidak Menggunakan Simpai

Kelima, pengambilan air tanah secara berlebihan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat atau untuk keperluan komersial tanpa ada upaya untuk menyimpan atau mengembalikannya, sehingga muka air tanah di Jakarta semakin turun dan rapuh, banyak waduk bawah tanah yang kosong. Situasi ini diperparah untuk keenam kalinya dengan masuknya air laut ke wilayah utara Jakarta dan wilayah yang berbatasan dengan wilayah pesisir.

Wilayah Dataran Tinggi Itu Pun Tak Luput Dari Banjir Bandang

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah pusat dan provinsi untuk mengatasi banjir di Jakarta, dan hasilnya sudah terlihat. Kerjasama dengan daerah pendukung seperti Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor dan Tangerang Raya untuk mengurangi debit air yang masuk ke wilayah Jakarta. Pembangunan Waduk Sukamahi di Ciawi Bogor juga menjadi salah satu upaya mengurangi debit air ke Jakarta.

Pemprov DKI Jakarta juga mempunyai beberapa program di Jakarta yaitu penanaman 23.500 pohon, 47.000 pohon mangrove, dan 2,4 juta tanaman penyerap karbon. Selain itu juga telah dibangun 57 taman baru yang dirancang dengan partisipasi peserta, 20 taman ekologi yang dirancang dengan tangki penyimpanan, dan 260 bangunan hijau yang telah tersertifikasi.

Beberapa program mitigasi banjir lainnya di Jakarta antara lain: a) pembangunan tanggul pantai dan muara sungai yang diintegrasikan ke dalam sistem polder, b) pembangunan desa dataran rendah sebagai model perumahan yang tahan terhadap bencana iklim, dan c) pemantauan peraturan dan pembatasan penggunaan air tanah .

Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (RPDAS) Silivung menyatakan bahwa perlu dibangun 297.000 sumur resapan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Silivung untuk mitigasi banjir yang optimal. Jika kapasitas pemerintah hanya 1.000 sumur per tahun, berarti dibutuhkan waktu sekitar 297 tahun untuk menurunkan tingkat banjir secara signifikan.

Pdf) Dampak Perubahan Guna Lahan Terhadap Kemampuan Resapan Air (kasus: Kota Samarinda)

Namun dengan anggaran yang tersedia, Pemprov DKI berani membuat program 300.000 sumur resapan dalam tiga tahun. Program ini seharusnya dimulai pada tahun 2020 dan berakhir pada tahun 2022, namun baru pada tahun 2021 kompetisi/lelang proyek tersebut dilaksanakan. Pemprov DKI Jakarta melalui Otoritas Sumber Daya Air berencana membangun 150.000 sumur resapan pada tahun 2021 dengan anggaran Rp441 miliar dari APBD DKI Jakarta 2021 (.com, 8 Desember 2020).

Program pembangunan 150.000 sumur resapan merupakan sebuah terobosan yang berani. Pada tahun 2019, Pemprov DKI Jakarta berencana membangun sekitar 1.300 sumur resapan melalui Kementerian Perindustrian dan Energi. Namun tujuan tersebut tidak dapat tercapai karena kurangnya pemasok atau mitra dalam pembangunan sumur resapan.

Pembangunan sumur resapan di DKI Jakarta tunduk pada Keputusan Gubernur No. 20 Tahun 2013 tentang sumur resapan. Menurut SNI

Game yang sangat bagus, air resapan adalah, ikan cupang yang sangat bagus, buah yang sangat bagus untuk diet, daerah resapan air di jakarta, cara mengatasi air liur yang sangat bau, kaligrafi yang sangat bagus, daerah resapan air, hp yang kameranya sangat bagus, permainan yang sangat bagus, pengertian daerah resapan air, cara mengatasi resapan air yang penuh