Urutan Prosesi Upacara Adat Ujungan

Urutan Prosesi Upacara Adat Ujungan – , Banjarnegara – Musim panas yang panjang menyebabkan kekeringan dan krisis air bersih di berbagai daerah. Denyut nadi kehidupan di kawasan agraris melemah atau bahkan lumpuh karena kekurangan sumber air.

Sejak zaman dahulu, masyarakat telah melakukan berbagai tradisi sebagai ungkapan rasa syukur, serta ritual memohon hujan kepada Tuhan. Air bagi manusia adalah sumber kehidupan.

Urutan Prosesi Upacara Adat Ujungan

Yang ketiga adalah puncak kekeringan. Keempat ditandai dengan mulainya hujan dan berangsur stabil pada Musim Kelima. Dalam penanggalan nasional, korban ini akan datang pada September-Oktober.

Ruwatan Rambut Gimbal

Seperti di tempat lain, masyarakat Susukan, Banjarnegara juga punya tradisi unik meminta hujan. Nama semua orang adalah Edge. Rangkaian ritual mencari hujan diakhiri dengan ritual adu pisau rotan.

Tradisi ujungan dibalut dengan seni dan kreativitas sebagai bentuk pelestarian budaya, sekaligus promosi pariwisata. Kegiatan ini dipusatkan di Desa Kemranggon, Kecamatan Susukan.

Ketua Dewan Kesenian Susukan, Yusmanto menjelaskan tradisi Ujungan berkembang di daerah Kademangan, kehidupan masyarakat saat itu bergantung pada aliran sungai Gumelem dari tetesan air batu di pegunungan. Tradisi ini disebut warisan kejayaan Majapahit.

Tradisi yang sebelumnya disebut festival ini merupakan rangkaian ritual yang dimulai pada Rabu 26 September 2018. Ritual diawali dengan minum air suci dari mata air panas Pingit Gumelem Wetan oleh bedhogol atau tetua desa.

Budaya Hukum Parokial

“Bumi itu penting, air itu penting. Jadi ini penghargaan, apresiasi, untuk bumi yang mengeluarkan air. Dan air itu sendiri adalah sumber kehidupan,” ujarnya saat diwawancarai, Kamis (27/9/2018).

Selanjutnya, masyarakat Desa Kemranggon akan melakukan tradisi Takiran sebagai bentuk rasa terima kasih kepada warga. Setiap kepala keluarga (KK) akan membawa tenong berisi takir yang akan digelar di pinggir jalan utama desa dan kemudian dinikmati wisatawan.

“Takir menata pikiran. Orang bersyukur dan bersahabat dengan ibu pertiwi,” kata Yusmanto menjelaskan tentang Festival Ujungan, ritual memanggil hujan.

Pada Kamis malam akan dilakukan ritual Cowongan, yaitu ritual meminta hujan dengan menggunakan gayung (siwur), dan patung yang terbuat dari rerumputan (rumput) seperti Jaelangkung.

Bulan Jatuh Di Pejeng Dan Hujan Di Pelupuk Matamu

Ritual akan dilanjutkan dengan pertunjukan musik yang disebut Tundhan Belis, yaitu musik tradisional yang menggunakan peralatan dapur. Musik ini sering digunakan untuk mencari warga yang hilang karena membawa arwah seperti

Baca juga  Wacan Kang Surasane Pengajak Marang Kang Maca Diarani

Puncak ritual Ujungan meminta hujan dengan adu rotan digelar pada Jumat (28/9/2018) pukul 13.00 WIB. Undangan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari seluruh desa di Kecamatan Susukan yang dipimpin oleh Wlandang (wasit).

Kesenian modern dan tradisional dipadukan dalam satu panggung. Diantaranya ansambel musik Meksiko dari Nayeche Group pimpinan Leon Gilberto Medelin Lopez, long dancer asal Jepang Jurry Suzuki, serta Ujungan dan Barongsay Sendratari pada malam harinya.

Besok pada Sabtu (29/9/2018) pukul 10.00 WIB akan dilakukan ritual bumi yang diyakini sebagai media menetralkan energi negatif dari alam. Acara dilanjutkan dengan wayang golek semalaman oleh Ki Pepeng dengan cerita Lair Gatotkaca.

Pariwisata Provinsi Jawa Tengah

Pengunjung masih bisa menikmati kegiatan menarik lainnya seperti atraksi Gropyok Iwak, fun bike dan lomba memancing yang akan ditutup dengan pesta kembang api pada malam hari, Minggu (30/9/2018).

“Kegiatannya beragam antara lain sulap, festival kentongan, lomba mewarnai, lomba melukis, lomba kreasi modelling dance, senam aerobik, Keroncong Camelia Orchestra, pemutaran film dan musik dangdut,” imbuhnya.

Ritual adat meminta hujan ini sudah dilakukan secara turun temurun oleh para petani di Desa Candi Jati, Kecamatan Arjasa, Jember. Ojug mengambil namanya dari tradisi meminta hujan, saat musim kemarau panjang.

* Kebenaran atau Kebohongan? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang tersebar, silahkan WhatsApp Fact Check nomor 0811 9787 670 dengan mengetikkan kata kunci yang diinginkan saja.

Tgs Metode Penelitian Kebudayaan

Peluang Kocak Desta Nobar Timnas Indonesia Lawan Argentina Tiga Anak, Banyak Yang Tak Bela Tim Karena Tak Tahu Sepak Bola

Menangkan Duel Melawan Wonderkid Manchester United di Laga Indonesia vs Argentina, Asnawi Mangkualam Nilai Pasar Rp 5,6 Miliar

Putri Ariani Ajukan Keluhan Penonton yang Tak Bisa Mendengar Suara Pelembutnya di Pembukaan TV FIFA Matchday Game Indonesia Vs Argentina, Banjarnegara – Dua orang dewasa saling berhadapan dengan sikap waspada di lautan manusia. Kedua belah pihak mengabaikan terik matahari di tengah tradisi tipping, ritual meminta hujan.

Diantara keduanya ada wlandang atau wasit. Wasit mengatur pertandingan dalam tradisi terakhir di Kemranggon, Susukan, Banjarnegara, Jumat, 28 September 2018.

Kliping Adat & Tradisi Di Banjarnegara

Kemudian, kedua belah pihak bertarung. Kedua tentara yang berasal dari barangay yang berbeda itu merasakan sakit dan penderitaan, namun tak satu pun dari mereka yang mengeluh.

Tidak ada yang kalah dan tidak ada pemenang dalam perang tikus ini. Semua itu merupakan bagian dari prosesi ritual Ujungan, yaitu ritual meminta hujan.

“Undangan bukan kompetisi, jadi tidak ada yang menang dan kalah. Usai pertandingan, para peserta akan saling memaafkan dan tidak ada kebencian,” kata Ketua Dewan Kesenian Susukan Yusmanto, Jumat, 28 September 2018. 2018.

Baca juga  Bagaimana Ayunan Lengan Saat Melakukan Latihan Mengayun Dan Memutar Lengan

Yusmanto mengatakan, ritual Ujungan dihadiri perwakilan warga di Kecamatan Susukan. Mereka bertarung di arena terbuka di tengah lapangan.

Seni_tari Bg Kls_vii

Karena dimulai saat matahari terbit di barat, pada akhir tradisi ini hanya ada 10 peserta yang bertarung atau lima pasangan. 10 peserta berasal dari 10 desa di Kecamatan Susukan.

“Batasnya jam 5 sore. Jadi hanya lima pasangan. Padahal yang ikut Ujungan masih banyak,” jelasnya tentang ritual minta hujan, tradisi masyarakat Susukan, Banjarnegara.

Kedua belah pihak berdamai setelah perang, meski terkadang ada yang terluka. Tatu dalam prosesi Ujung dimaknai sebagai doa dan harapan.

Yusmanto menjelaskan Ujungan merupakan salah satu bentuk ritual yang melambangkan penyerahan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Rasa sakit dan penderitaan akibat penebangan tebu adalah jeritan manusia setelah kemarau panjang.

Mengenal Bahasa, Rumah Adat, Dan Tradisi Suku Tengger

Orang-orang berdoa agar Tuhan segera menurunkan hujan. Ritual ini merupakan janji kepada umat Tuhan, untuk tidak menderita, untuk melindungi Bumi.

“Orang-orang menginginkan kehidupan yang lebih baik, lebih baik dan berjanji untuk hidup secara berkelanjutan selaras dengan alam semesta,” katanya.

Di wilayah Kabupaten Banjarnegara tradisi Ujungan berkembang di daerah Kademangan, mata pencaharian masyarakat banyak bergantung pada aliran sungai Gumelem dan sumber batu di pegunungan.

Tradisi ini diyakini sebagai warisan budaya saat Kerajaan Majapahit berjaya alias dari ratusan tahun lalu. Ritual Ujungan dilakukan setiap tahun pada puncak musim panas, agar hujan cepat datang.

Upacara Adat Seren Taun Kasepuhan Ciptagelar

Festival Ujungan dimulai Rabu (26/9/2018) dengan rangkaian tradisi. Festival Ujungan berlanjut pada malam hari dengan pentas seni, mulai dari seni modern hingga seni tradisional pada malam hari.

Dijadwalkan untuk tampil, ansambel musik Meksiko dari Nayeche Group yang dipimpin oleh Leon Gilberto Medelin Lopez, penari panjang Jepang Jurry Suzuki, dan Sendratari Ujungan dan Barongsay di malam hari.

Pada Sabtu (29/9/2018) pukul 10.00 WIB, digelar ruwat bumi yang diyakini sebagai media menetralkan energi negatif dari alam. Acara dilanjutkan dengan wayang golek semalam suntuk oleh Ki Pepeng dengan cerita kelahiran Gatotkaca.

Pengunjung juga bisa melihat agenda hiburan lainnya, atau mengikuti kegiatan menarik lainnya, misalnya atraksi Gropyok Iwak, fun bike dan lomba memancing. Rangkaian Festival Ujungan ditutup dengan pesta kembang api pada Minggu malam (30/9/2018).

Ritual Pemanggil Hujan Dengan Adu Pukul Pria Dewasa Di Ujungan Gumelem

Ritual adat meminta hujan ini sudah dilakukan secara turun temurun oleh para petani di Desa Candi Jati, Kecamatan Arjasa, Jember. Ojug mengambil namanya dari tradisi meminta hujan, saat musim kemarau panjang.

* Kebenaran atau Kebohongan? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang tersebar, silahkan WhatsApp Fact Check nomor 0811 9787 670 dengan mengetikkan kata kunci yang diinginkan saja.

Baca juga  Ari Pupujian Sanggeus Sholat Medar Ngeunaan Naon

Peluang Kocak Desta Nobar Timnas Indonesia Lawan Argentina Tiga Anak, Banyak Yang Tak Bela Tim Karena Tak Tahu Sepak Bola

Menangkan Duel Melawan Wonderkid Manchester United di Laga Indonesia vs Argentina, Asnawi Mangkualam Nilai Pasar Rp 5,6 Miliar

Sadran Gede Gumelem, Rawat Budaya Jelang Ramadhan

Putri Ariani Keluh Kesah Penonton yang Tak Bisa Mendengar Suara Pelembutnya di Pembukaan TV FIFA Matchday Game Indonesia Vs Argentina, Banjarnegara – Gumelem Ethnic Carnival (GEC) yang disponsori oleh masyarakat Desa Wisata Gumelem, Kecamatan Susukan, Banjarnegara, Jawa Tengah akan digelar dilaksanakan pada tanggal 19-20 November. Acara yang bertajuk Heritage City Performance ini menyuguhkan berbagai atraksi budaya masyarakat setempat.

Juru bicara GEC, Novi Ali Nurmansyah mengatakan, Gumelem Ethnic Carnival tahun ini dikemas sedikit berbeda dalam rangkaian acara. Namun panitia terus mengangkat potensi wisata budaya di desa Gumelem Timur dan Barat.

Jalan desa. Konser keroncong ini menghadirkan Orkes Suara Warga (VOC) dari Yogyakarta, Congculi dari Purworejo, Fajar Sopsan dari Banyumas tampil bersama OK Spectacular dan perpaduan musisi keroncong dari Banjarnegara. Konser keroncong mini ini digelar di tepian Sungai Serayu pada Sabtu (19/10/2016) malam,” ujarnya di Banjarnegara, Minggu, 23 Oktober 2016.

Ini merupakan kampanye untuk mencanangkan kawasan Gumelem hingga Purwareja Klampok sebagai Kota Tua yang menyimpan banyak peninggalan sejarah Banjarnegara.

Mp1709 By Mpost

Menurut Novi, saat ini GEC merupakan wahana seniman tradisional dan kontemporer. Itu ditampilkan dalam pertunjukan seni tradisional, tari, musik, batik, kerajinan tangan, seni rupa, kerajinan tangan dan pameran fotografi di kota tua.

“Pameran Kota Pusaka direncanakan bertepatan dengan pagelaran seni tradisional, pembuatan batik, pembuatan gula kelapa, keramik, dan fashion di Jalan Desa Gumelem Wetan. Siswa dari berbagai sekolah juga ikut berpartisipasi dalam acara tersebut,” jelasnya.

Itu benar-benar dibuka dengan pertunjukan wayang kulit pada 1 Oktober di Desa Merden. Namun, puncak baru dibuat pada bulan November. “Kegiatan memang dipusatkan di Gumelem, karena kami ingin memperkenalkan potensi wisata dan kesenian tradisional yang ada di daerah tersebut,” ujarnya.

* Kebenaran atau Kebohongan? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang tersebar, silahkan WhatsApp Fact Check nomor 0811 9787 670 dengan mengetikkan kata kunci yang diinginkan saja.

Warna Warni Pawai Budaya Festival Krakatau 2015

Peluang Kocak Desta Nobar Timnas Indonesia Lawan Argentina Tiga Anak, Banyak Yang Tak Bela Tim Karena Tak Tahu Sepak Bola

Menangkan Duel Melawan Wonderkid Manchester United di Laga Indonesia vs Argentina, Asnawi Mangkualam Nilai Pasar Rp 5,6 Miliar

Putri Ariani Unggah Keluhan Penonton yang Tak Bisa Mendengar Suara Lembutnya di TV Opening FIFA Matchday Indonesia Vs

Prosesi pernikahan adat lampung, prosesi siraman adat jawa, urutan prosesi pernikahan adat jawa, prosesi akad nikah adat jawa, upacara adat, prosesi pernikahan adat betawi, urutan upacara pernikahan adat sunda, prosesi lamaran adat jawa, prosesi temu manten adat jawa, prosesi siraman adat sunda, urutan upacara pernikahan adat jawa, prosesi pernikahan adat minang