Tuliskan Tembung Dewa Ruci Nganggo Carakan

Tuliskan Tembung Dewa Ruci Nganggo Carakan – Patung Dewa Ruci di kawasan Kuta, Bali. Ini menggambarkan adegan ikonik dari lakon Dewa Ruci, yaitu pertarungan antara Bima dan naga.

Dewa Ruci dalam sejarah pewayangan adalah nama dewa kerdil yang ditemui Bima atau Werkudara dalam perjalanan mencari air kehidupan. Nama Dewa Ruci juga merupakan lakon atau judul pertunjukan wayang tentang dewa tersebut, yang didalamnya terkandung ajaran moral dan falsafah hidup masyarakat Jawa. Lakon wayang merupakan interpolasi dari Mahabharata, sehingga tidak ditemukan dalam naskah Mahabharata asli India.

Tuliskan Tembung Dewa Ruci Nganggo Carakan

Menurut filsafat Jawa, seseorang akan mengetahui asal usul Tuhan sebagai ciptaan Tuhan jika mengenali jati dirinya. Pengetahuan akan Tuhan ini menimbulkan keinginan untuk bertindak selaras dengan kehendak Tuhan, bahkan menyatu dengan Tuhan, yang disebut Manunggaling Kawula Gusti (hamba bersatu-Gusti).

Pasinaonan Basa Jawi: Raden Werkudara

Perlu diketahui bahwa Dewa Ruci berbeda dengan Sang Hyang Tunggal, karena Dewa Ruci merupakan wujud sempurna dari Werkudara atau Bima (Mahabharata).

Meski bukan merupakan bagian asli dari kitab Mahabharata karya Kresna Dwaipayana Byasa, namun kisah ini mengambil tokoh utama Mahabharata, yaitu Bhima, salah satu pendekar Pandawa terkuat. Cerita sisipan ini sangat populer di kalangan masyarakat Jawa dan dibawakan oleh sebagian besar dalang di tanah Jawa.

Kisah Dewa Ruci yang menjadi acuan para dalang dan pendongeng masa kini mengacu pada tulisan Yasadipura I (yang dianggap sebagai guru penyair Ranggawarsita) dari Surakarta yang hidup pada masa Pakubuwono III (1749-1788). dan Pakubuwono IV (1788 –1820).

Menelaah beberapa teks, termasuk karya Yasadipura I, tema cerita Dewa Ruci sarat dengan ajaran spiritual masyarakat Jawa, yaitu pencarian jati diri manusia.

Baca juga  Badboy Artinya

Gusi, Ketulis Ning Aksara Jawa (carakan), Yaiku[…….​

Dalam lakon Dewa Ruci dikisahkan gurunya yang bernama Drona (Durna) mengangkat seorang kesatria sakti bernama Bima (alias Werkudara) untuk mencari nektar (tirta perwita) yang akan membuat Bima mencapai kesempurnaan hidup. Perintah tersebut hanyalah siasat untuk melenyapkan Bima agar tidak ikut serta dalam Perang Bharatayuddha yang sedang dipersiapkan.

Pertama, Bima diantar ke gua Gunung Candramuka. Setelah mengetahui air yang dicarinya tidak ada, ia mengosongkan gua tersebut, sehingga mengejutkan dua raksasa yang tinggal di sana, yaitu Rukmuka dan Rukmakala. Lalu terjadilah perkelahian di antara mereka, yang akhirnya dimenangkan oleh Bima. Ketika dia pensiun setelah pertempuran, dia bersandar pada pohon beringin. Tak lama kemudian, terdengar suara sumbang dari Batara Indra dan Bayu yang memberi tahu mereka bahwa kedua raksasa yang dibunuh Bhima itu sebenarnya sedang dihukum oleh Batara Guru. Setelah itu Bima disuruh kembali ke Astina karena tidak ada air hidup di dalam gua.

Sesampainya di Astina, Bima berbalik menghadap Drona. Gurunya bersikeras bahwa dia hanya menguji Bima. Lalu ia memerintahkan Bima pergi ke laut untuk mengambil air hidup. Sebelum berangkat, seluruh kerabat Bima menghentikannya dan memperingatkan bahwa itu hanya jebakan. Namun Bima tetap bertekad dan bertekad untuk pergi dan memenuhi perintah gurunya. Sesampainya di tepian lautan, ia meredakan gejolak batinnya, sebelum memasuki lautan luas. Berkat kesaktian Aji Jalasegara yang diterimanya dari Batara Bayu pada perjalanan sebelumnya, Bima bisa memasuki kedalaman laut dengan cara menerobos air; dia bahkan bisa bernapas di sana. Seekor naga yang hidup di kedalaman laut langsung mengepung Bima. Setelah berjuang cukup lama, ia memasukkan jarinya (Pancanaka) ke dalam tubuh naga tersebut, yang akhirnya merenggut nyawa sang naga.

Baca juga  10 Pengertian Geografi Menurut Para Ahli

Setelah melawan naga tersebut, Bima bertemu dengan dewa kerdil bernama Dewa Ruci yang wajahnya mirip dengan Bima sendiri. Ukuran Dewa Ruci tidak lebih besar dari telapak tangan Bima. Dewa Ruci memerintahkan Bima untuk memasukkan telinga kirinya. Namun – secara ajaib – Bima berhasil memasuki telinga dewa hidung, dan di dalam Bima menemukan dunia yang hebat. Dewa Ruci mengatakan, air pemberi kehidupan tidak ada dimana-mana, karena air pemberi kehidupan itu ada pada manusia itu sendiri. Bima menyadari bahwa ajaran Dewa Ruci sebenarnya adalah perwujudan dirinya yang muncul dan mengajarinya karena menuruti sepenuhnya perintah gurunya (Drona).

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Daring Smp Darul Ulum Waru Tahun Ajaran 2021/2022

Jenis cahaya tampak di Bima ada empat, yakni hitam, merah, kuning, dan putih. Menurut Dewa Ruci, cahaya yang ada di dalam hati manusia itu disebut Pancamaya. Sedangkan warna merah, hitam, kuning dan putih merupakan pembatas hati. Warna hitam melambangkan kemarahan, yang menghalangi dan menutupi perbuatan baik. Merah melambangkan suasana hati yang baik, segala keinginan terpancar darinya, menyelimuti hati yang sadar dan waspada. Yang kuning suka sekali rusak. Sedangkan putih sejati artinya hati yang tenang, lebih netral, lebih baik damai. Dengan demikian warna hitam, merah dan kuning merupakan pembatas abadi pemikiran dan kemauan, kesatuan dalam Sukma Mulia.

Lalu Bima melihat cahaya terang benderang, dan pelangi yang melengkung. Menurut Dewa Ruci, kemampuan waspada manusia itulah yang disebut Pramana. Pramana menyatu dengan Diri tetapi tidak merasakan kegembiraan dan kecemasan, berdiam di dalam tubuh, tidak ikut makan dan minum, tidak ikut merasakan sakit dan penderitaan.

Kisah Dewa Ruci merupakan alegori tentang keinginan orang-orang yang terus mencari tempat Tuhan, dan dengan nalar ia menjelajah.

Baca juga  Acara Berbalas Pantun Bujang Dan Gadis Dalam Acara Adat Disebut

Menurut filsafat Jawa, manusia disebut sebagai mikrokosmos atau mikrokosmos (dunia kecil), dan alam semesta disebut sebagai makrokosmos atau alam semesta besar yang merupakan cerminan Tuhan sendiri.

Contoh Geguritan, Puisi Modern Berbahasa Jawa

Alam semesta mikrokosmik sama besarnya dengan alam semesta makrokosmik. Di sana, rahasia keilahiannya diinstruksikan: “Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya.” Kepercayaan ini tertanam dalam kepercayaan masyarakat Jawa pada masa lampau.

Perjalanan Bima mengalahkan para raksasa hingga menemukan mata air, mengalahkan naga, hingga bertemu Dewa Ruci penuh dengan simbol-simbol tentang perjuangan manusia mencapai hawa nafsu yang dapat menghalanginya mencapai kesempurnaan, seperti nafsu makan, kekuasaan, kesombongan, dan keangkuhan. Bagus. Bima mencapai kesempurnaan karena watak dan sifat rela, patuh, waspada (tidak lupa diri), dan rendah hati. Seseorang yang mengetahui jati dirinya melakukan hal-hal tersebut karena dia menjalankan tugasnya di bumi.

Hotel dewa ruci 2, patung dewa ruci bali, lukisan dewa ruci, perahu dewa ruci, wayang dewa ruci, kapal laut dewa ruci, underpass dewa ruci, gambar dewa ruci, hotel dewa ruci jogja, gambar kapal dewa ruci, kapal layar dewa ruci, serat dewa ruci