Proses Integrasi Nusantara

Proses Integrasi Nusantara – Umat ​​Islam yang masuk dan berkembang di benua ini, bersama-sama mengajarkan dan mengembangkan toleransi dalam kehidupan beragama. Umat ​​Islam mengajarkan persamaan dan tidak mengenal kasta dalam masyarakat. Pandangan Taurat Islam mempromosikan persatuan dan kesetaraan.

Di sisi lain, kedatangan para pedagang muslim di Indonesia mendorong berkembangnya pusat-pusat perdagangan di kawasan pesisir. Pos perdagangan ini kemudian menjadi pelabuhan dan kota pesisir. Bahkan kota-kota pesisir yang merupakan kota dan pusat perdagangan, tumbuh menjadi kerajaan. Munculnya kerajaan-kerajaan Islam merupakan awal dari proses unifikasi. Meskipun setiap negara memiliki metode dan faktor pendukung yang berbeda dalam proses integrasi.

Proses Integrasi Nusantara

Proses integrasi juga dapat dilihat melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan antar pulau. Sejak zaman dahulu, kegiatan pelayaran dan perdagangan telah berlangsung di pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Kapal dan perdagangan berpindah dari satu daerah ke daerah lain, bahkan antar negara. Kegiatan pelayaran dan perdagangan berlangsung lama. Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan hubungan budaya antara pedagang dan penduduk setempat. Pada awalnya penduduk pulau ini mampu memenuhi kebutuhannya di pulau tersebut.

Bagi Ppt Sejarah Indonesia

Dalam mengembangkannya, mereka ingin mencari barang yang tersedia di pulau lain. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, terjadilah hubungan dagang antar pulau. Bentuk transportasi termurah dan termudah adalah transportasi laut (kapal/feri), sehingga pelayaran dan perdagangan berkembang. Terjadinya pelayaran dan perdagangan antar pulau di kepulauan Indonesia yang diikuti dengan pengaruh di bidang kebudayaan juga turut berperan dan mempercepat berkembangnya proses integrasi tersebut. Misalnya pedagang dari Jawa berdagang ke Palembang, atau pedagang dari Sumatera berdagang ke Japara. Hal ini menyebabkan terjadinya proses integrasi antara Sumatera dan Jawa.

Malaka telah berkembang menjadi kota terbesar di Asia Tenggara. Pada tahun 1511, Malaka jatuh ke tangan Portugis. Alhasil, perdagangan Nocentra berpindah ke Aceh. Dalam waktu singkat, Aceh tumbuh sebagai pelabuhan dan menjadi kerajaan besar. Pedagang dari pulau lain di Indonesia juga datang untuk berdagang di Aceh. Selama periode ini, sejak awal abad ke-16 di Jawa, kerajaan Damak dan banyak pelabuhan dikembangkan sebagai pusat perdagangan.

Kerajaan dan pusat perdagangan berkembang di Indonesia bagian tengah dan timur. Oleh karena itu, hubungan perdagangan antara daerah dan pulau-pulau terjadi. Kegiatan perdagangan antar pulau memupuk sistem aliansi yang dihubungkan oleh para pedagang. Proses integrasi diperkuat dengan berkembangnya hubungan budaya. Setelah menikah.

Baca juga  Tanda Tanda Isim

Bahasa memainkan peran strategis dalam proses integrasi. Indonesia memiliki ribuan pulau yang dihuni oleh berbagai suku bangsa. Setiap bangsa memiliki bahasanya sendiri. Untuk memudahkan komunikasi antar suku bangsa, diperlukan satu bahasa yang merupakan bahasa yang umum dan dimengerti oleh semua suku bangsa. Bahasa adalah alat komunikasi. Bahasa Melayu dituturkan di hampir semua pelabuhan di Nusantara. Sejak zaman dahulu, bahasa Melayu telah menjadi bahasa resmi Negara Melayu (Jambi). Pada masa kepergian Kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu menjadi bahasa resmi dan bahasa ilmu pengetahuan. Hal ini terlihat pada Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M, Prasasti Talang Tuo tahun 684 M, Prasasti Kota Kapur tahun 685 M, dan Prasasti Karang Berahi tahun 686 M.

Tentang Satu Masa Depan Nusantara

Pedagang di bagian timur pulau menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Dengan demikian, bahasa Melayu berkembang di seluruh nusantara. Awalnya, bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa perdagangan. Namun lambat laun bahasa Melayu berkembang menjadi bahasa menengah dan menjadi bahasa Prancis di seluruh Nusantara. Di Semenanjung Malaka (seberang Malaysia), pesisir timur Pulau Sumatera, pesisir barat Pulau Sumatera, Kepulauan Rio, dan pesisir Kalimantan, penduduknya menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan.

Pengenalan dan perkembangan Islam mendorong perkembangan bahasa Melayu. Buku-buku agama dan tafsir Alquran juga menggunakan bahasa Melayu. Ketika mereka menguasai Malaka, Portugis mendirikan sekolah-sekolah dalam bahasa Portugis, tetapi tidak terlalu berhasil. Pada tahun 1641 VOC menaklukkan Malaka dan kemudian mendirikan sekolah-sekolah bahasa Melayu. Jadi, kebetulan kedatangan VOC secara tidak langsung ikut mengembangkan bahasa Melayu.

Perkembangan lembaga pendidikan dan pengajaran di masjid-masjid kerajaan sangat ditentukan oleh dukungan penguasa. Sultan tidak hanya membiayai pengerjaan masjid, tetapi juga mendatangkan guru-guru, baik dari mancanegara, terutama dari Timur Tengah, maupun dari kalangan santri pribumi itu sendiri. Para ulama yang kemudian berprofesi sebagai pejabat pemerintahan, tidak hanya memberikan ajaran agama Islam di masjid-masjid negara, tetapi juga di keraton Sultan. Tidak menutup kemungkinan para penguasa dan pejabat tinggi juga mendapatkan informasi dari para ulama. Seperti yang terjadi di kerajaan Muslim Samudra Pesai dan kerajaan Malaka.

Ketika kerajaan Samudra Pesai mengalami kemunduran politik, tradisi ilmiahnya terus berlanjut. Samudra Pesai terus berfungsi sebagai pusat studi Islam di pelabuhan. Namun ketika Kerajaan Malaka masuk Islam, pusat kajian Islam tidak lagi dipegang sendiri oleh Samudra Pesai. Malaka sekali lagi dikembangkan sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara, yang mungkin berhasil dipertahankannya. Kemajuan ekonomi Kerajaan Malaka mengundang banyak sarjana asing untuk berpartisipasi secara mendalam dalam proses pendidikan dan pembelajaran Islam.

Baca juga  Perhatikan Pernyataan Berikut 1

Merajut Integrasi Kebatinan

Kerajaan Malaka mempromosikan studi dan pendidikan Islam. Hal ini terbukti dengan keberhasilan kerajaan ini dalam waktu singkat mengubah sikap dan persepsi masyarakat tentang agama, budaya dan ilmu pengetahuan. Sistem pendidikan berlangsung sebagian di kerajaan. Perpustakaan ini terletak di dalam keraton dan berfungsi sebagai pusat penyalinan dan penerjemahan buku-buku dari Barat ke bahasa Melayu.

Karena perhatian kerajaan yang tinggi terhadap pendidikan Islam, banyak sarjana dari luar negeri datang ke Malaka, seperti Afganistan, Malabar, Hindustan dan lainnya di Asia Barat. Asia Tenggara akan datang Dari Jawa, misalnya Sunan Bonang dan Sunan Giri belajar di Malaka dan setelah menyelesaikan pendidikannya mereka kembali ke Jawa dan mendirikan lembaga pendidikan Islam di daerahnya.

Hubungan antara kerajaan-kerajaan Islam, misalnya Samudra Pessai, Malaka, dan Aceh Darussalam, sangat penting dalam bidang budaya dan agama. Ketiganya dikenal sebagai Serambi Mecha dan menjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia.

Sultan Iskandar Mouda adalah seorang raja yang sangat memperhatikan perkembangan pendidikan dan pengajaran Islam. Ia mendirikan masjid besar di Iturhman, dan memanggil Hamza al-Fansur dan Simsudin sebagai orang Sumatera sebagai penasehat. Sikh Yusuf Al Makasari, seorang ulama dari Kesultanan Goa di Sulawesi Selatan, belajar di Aceh Darussalam sebelum pindah ke Mekkah. Melalui ajaran Abdur Rauf as Singkili, muncul imam Minangkabau Syekh Burhanuddin Olakan yang dikenal sebagai pelopor pendidikan Islam di Minangkabau dan Syekh Abdul Mohi Al Garuti yang berjasa menyebarkan pendidikan Islam di Jawa Barat. Kegiatan sastra dan keagamaan tumbuh subur di kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan-kerajaan Islam ini merupakan realisasi dari semboyan budaya itu, Islam. Ini adalah kekuatan pendorong komunikasi budaya yang erat.

Integrasi Nasional Menurut Ahli Dan Contoh

Di Banten, peran keraton sebagai lembaga pendidikan juga sangat menonjol. Pada abad ke-17 Banten menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam di pulau Jawa. Para peneliti dari berbagai negara menjadikan Banten sebagai tempat studi. Martin van Bruinsen mengatakan, “Pendidikan agama menonjol ketika Belanda pertama kali datang pada tahun 1596 dan melihat sendiri bahwa orang Banten memiliki guru dari Mekkah.”

Di Palembang, istana (Kraton) juga berfungsi sebagai pusat studi sastra dan agama. Banyak sultan Palambang yang mendorong berkembangnya ulama, seperti Sultan Ahmad Najmuddin I (1757-1774) dan Sultan Muhammad Bahauddin (1774-1804). Pada masa pemerintahannya, muncul banyak ilmuwan di Palembang yang produktif menghasilkan karya-karya ilmiah dan religi: tauhid, kalam, tasawwuf, tarekat, kurma dan Alquran. Perhatian Sultan terhadap perkembangan ilmu keislaman tercermin dengan adanya perpustakaan keraton yang koleksinya lengkap dan tertata rapi.

Baca juga  Sebutkan 3 Nama Maharsi Dari Sapta Rsi

Tampaknya perkembangan pendidikan Islam di istana raja menjadi penyebab utama munculnya pendidikan dan pengajaran di masyarakat. Setelah berdirinya berbagai ulama yang diajari di keraton-keraton, para santrinya melakukan pendidikan secara lebih luas, dengan memberikan pendidikan di rumah-rumah ulama pada masyarakat umum, terutama sebagai tempat pendidikan dasar, seperti Kutab di Arab. wilayah. Seperti halnya Qutab (pusat pendidikan dasar bahasa Arab sejak zaman Nabi) dulu berlangsung di rumah para imam, di pulau ini pendidikan dasar berlangsung di rumah para guru. Pelajaran yang diberikan terutama membaca Alquran, menghafal ayat-ayat pendek dan membaca doa lima waktu. Dan dianggap setua keberadaan Islam di wilayah tersebut.

Seni dan arsitektur arsitektur Islam di Indonesia sangat unik, menarik dan berbudaya. Arsitektur yang menonjol pada masa perkembangan Islam ini, terutama masjid, menara, dan makam.

Integrasi Nusantara Dan Bukti Bukti Islam Di Indonesia

Dalam arsitektur pada masa perkembangan Islam, tampak perpaduan antara unsur-unsur Islam dan budaya pra-Islam yang ada. Mahakarya arsitektur Islam adalah masjid. Fungsi utama masjid adalah sebagai tempat ibadah bagi umat Islam. Masjid atau Masjid dalam bahasa Arab bisa berasal dari bahasa Aram atau bentuk lepas dari kata sajada yang artinya berbaring dan sujud. Masjid sebenarnya memiliki peran yang lebih luas, yaitu sebagai pusat praktik Islam, pusat penerapan teori persamaan hak dan persahabatan antar umat Islam. Juga masjid dapat dianggap sebagai pusat budaya umat Islam. Bangunan masjid kuno di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Setelah runtuhnya kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia dan tidak ada lagi bangunan candi, terciptalah arsitektur religi pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia melalui proses pemekaran. Makam-makam tersebut terletak di gunung, makam tertinggi dianggap paling bergengsi, misalnya Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah di Gunung Sembung, di puncak kompleks makam Imogiri adalah makam Sultan Agung Neokrokusumu.

Kompleks kuburan yang terletak di tanah datar, misalnya di pondok, adalah orang yang paling terhormat

Proses islamisasi di nusantara, integrasi, proses integrasi nasional, proses integrasi timor timur, integrasi nusantara, pt hanna integrasi solusi, proses integrasi, software integrasi marketplace, pengertian integrasi nusantara, jelaskan proses terbentuknya jaringan nusantara melalui perdagangan, proses integrasi sosial, peran ulama dalam proses integrasi