Nir Tegese

Nir Tegese – Seperti yang saya janjikan pada artikel pertama di blog ini yang berjudul “Sastra Pratama” tentang penjelasan saya tentang dua Candrasengkala dalam rangka memperingati tahun kelahiran saya. Nah pada artikel kali ini saya akan membahas secara khusus Candrasengkala yang meliputi pengertian, sejarah, penggunaan dan asal usul kata tersebut, berikut contoh kitab sucinya. Baiklah, mari kita mulai…

Triad Matahari, Bumi dan Bulan merupakan sosok penting dalam kehidupan manusia. Mereka tunduk pada kalender dan musim sehingga manusia dapat mengatur aktivitas kehidupan di dunia. Mulai dari bangun tidur, bekerja, beribadah, dan lain sebagainya hingga orang tertidur. Kita tahu bahwa Candrasengkala itu ada asal usulnya, akan saya jelaskan sedikit.

Nir Tegese

Candrasengkala terdiri dari dua kata, yaitu Candra yang berarti penegasan dan Sengkala yang berarti angka tahun. Demikianlah pernyataan Candrasengkala berarti angka tahun, dalam pengertian ini kita menyebut Candrasengkala dengan istilah umum. Candrasengkala terdiri dari dua jenis, Suryasengkala dan Candrasengkala. Suryasengkala adalah Candrasengkala yang digunakan untuk tahun yang perhitungannya berdasarkan perputaran Bumi mengelilingi Matahari (Surya), misalnya tahun Masehi. Sedangkan Candrasengkala adalah Candrasengkala yang digunakan untuk tahun-tahun yang perhitungannya didasarkan pada perputaran Bulan (Candra) relatif terhadap Bumi, misalnya tahun Saka/Jawa dan tahun Hijriyah, sedangkan pengertian Candrasengkala ini kita sebut dengan istilah khusus. .

Sherinna Mega: Kawruh Sesorah

Candrasengkala juga dikenal dengan istilah lain yaitu Sengkalan yang berarti ungkapan atau susunan kata yang bersifat numerik untuk menyatakan jumlah tahun. Karena istilah umum Candrasengkala sama dengan istilah khusus, maka dalam artikel ini kita akan menggunakan istilah Sengkalan untuk istilah umum Candrasengkala, sedangkan istilah Candrasengkala tetap digunakan untuk istilah khusus. Menurut jenisnya Sengkalan terbagi menjadi dua macam yaitu Sengkalan Memet dan Sengkalan Lamba, hal ini mengacu pada “Pengamatan terhadap Candrasengkala karya Raden Bratakesawa. Sengkalan Memet adalah Sengkalan dari segi gambar, banteng, relief, arca dan sejenisnya yang menandakan nomor tahun.- Contoh dari Sengkalan adalah Candrasengkala Dwi Naga Rasa Tunggal yang berwujud dua buah naga besar yang masing-masing ekornya saling bertautan.Istana Kesultanan yang merupakan peringatan tahun berdirinya Keraton yaitu tahun 1682. Sedangkan Sengkalan Lamba adalah Sengkalan yang berbentuk ungkapan yang berarti angka tahun : Contoh Sengkalan Candrasengkala Surud Sinare Magiri Tunggil sebagai Utua Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwana memperingati meninggalnya 5 orang pada tahun tersebut. 1800

Baca juga  Posisi Statis Yang Dilakukan Pada Daerah Tumpuan Yang Sempit Disebut

Masyarakat Jawa Kuno memanfaatkan Sengkalan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pada setiap rumah, gapura, kuburan, gapura, tugu dan bangunan lainnya. Selain itu pada karya sastra Jawa, benda bersejarah, karya seni, lambang/lambang kota, lembaga atau organisasi, huruf kuno juga menggunakan Sengkalan untuk menunjukkan waktu atau tahun penulisannya.

Sengkalan juga sering dijadikan sebagai peringatan peristiwa-peristiwa besar yang terjadi pada suatu waktu tertentu, yang dapat diartikan sebagai representasi kondisi politik dan sosial, bahkan doa pengharapan, peringatan atas kelahiran, kematian seseorang dan lain sebagainya. Misalnya saja berakhirnya kerajaan Majapahit yang ditandai dengan Candrasengkala Sirna Ilang Kertaning Bumi yang menggambarkan jatuhnya kerajaan besar tersebut pada tahun 1400 Saka. Ia juga menulis Rusak Ewahing Jagad di Menara Kudus Candrasengkala Gapura yang menggambarkan kelamnya kondisi politik masyarakat kerajaan Demak saat itu, yakni pada tahun 1609.

Untuk Sengkalan yang berarti doa atau harapan sebenarnya sangat sedikit, misalnya Suryasengkala Dresthi Sirna Nir Sikara yang berarti doa atau harapan agar segala bentuk pengkhianatan terhadap bangsa Indonesia hilang dan campur tangan asing juga hilang dan menimbulkan kesengsaraan. kepada orang-orang. Suryasengkala ditulis dalam syair tertutup

Tembung Gambuh Dan Artinya

Pucung di Serat Kamardikan yang selesai dibangun pada tahun 2002 oleh Ciptawidyaka. Dresthi Sirna menunjukkan Nir Sikara pada tahun 2002 Masehi. Sedangkan contoh lainnya adalah Candrasengkala Sangsaya Luhur Salira Kang Aji pada tahun 1805 Saka/Jawa yang ucapan selamat datangnya diberikan oleh Sri Paduka Mangkunegoro IV kepada Youta Dalem Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwana IX. Selain itu ada juga Candrasengkala Muji Dadya Angesti Sang Prabu yang menyatakan bahwa tahun 1847 merupakan jawaban atas surat KPH Kusumayuda yang ditulis kepada Uta Dalem Kanjeng Sinuhun Susuhunan Paku Buwana.

Bahkan, penggunaan Sengkalan kini dapat mempunyai makna yang sangat luas, sebagai sindiran yang memberikan makna positif kepada pemerintah dan wakil rakyat untuk tetap konsisten menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat, mengarahkan aspirasi rakyat menuju kesejahteraan. bangsa. kehidupan Misalnya Sengkalan I melakukan hal tersebut pada tahun 1945 Saka/Jawa, 1433 Hijriyah dan 2012 Masehi. yang melambangkan doa dan harapan. Bagi Candrasengkala, tahun Jawa adalah Marganing Karta Trus dening Sujanma yang artinya “penyebab/jalan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat diisi oleh orang-orang yang baik dan terpelajar, dalam hal ini pemerintah dan wakil-wakil rakyat”. Tentu saja tujuan saya mengingatkan kembali mengenai lembaga dan wakil-wakil rakyat, bahwa kemakmuran dan keselamatan rakyat akan tercapai apabila pemerintah dan para wakil rakyat itu menjadi baik, yakni jujur ​​dan jujur. akan menerima; di sisi populer. . Sedangkan Candrasengkala pada tahun 1433 Hijriyah diberi nama Katon Murub Kartaning Negara yang berarti “kemakmuran dan keamanan negara tampak bersinar”. Kabarnya setelah mereka yang duduk di pemerintahan (eksekutif) dan wakil rakyat (legislatif) menjadi orang-orang yang baik dan menjalankan pemerintahan dengan jujur ​​dan berpihak pada kepentingan rakyat, maka kesejahteraan dan kesejahteraan bangsa akan semakin baik. dan banyak lagi. bisa dilihat Bagaimana jika duta besar dan rakyat mengkhianati pemerintah? Jadi jangan khawatir, kita sebagai manusia masih mempunyai senjata pamungkas yang unik yaitu. Suryaasengkala 2012 M Sikaraning Gusti Sirnaning Dresthi yang artinya “Campur tangan Tuhan berupa peringatan atau hukuman keras bagi orang-orang jahat akan terhapuskan pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang jahat tersebut”. Namun hal ini jelas berbahaya, Suryasengkala tidak membutuhkan hal itu selama masyarakat mau “mengetahui dan mengawasi” dan memberi manfaat bagi rakyatnya. :).

Baca juga  Jelaskan 3 Kebijakan Jp Coen Di Maluku

Sejarah Sengkalan dimulai sekitar tahun 70an Masehi. atau pada abad ke-1 Masehi. Saat itu, raja negara Surat (sekarang bagian dari India) bernama Jaka Sengkala atau Aji Saka meninggalkan negaranya karena kalah perang dan menetap di Pulau Jawa. Di Pulau Jawa, Aji Saka kemudian bergelar Empu Sengkala. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Jawa, Aji Saka tercatat sebagai Tahun Saka 1 yang ditandai dengan ungkapan Kunir Awuk Sine Dalu (kunyit membusuk tanpa malam). Konon Aji Saka kemudian menyebarkan ilmu astronomi, dalam hal ini perhitungan tahun atau almanak serta berbagai bentuk kesenian. Usaha Aji Saka berhasil dan ia menjadi terkenal di luar Pulau Jawa, setelah itu banyak orang yang datang ke Pulau Jawa, hingga beberapa waktu kemudian Aji Saka kembali ke Surat setelah merasa sudah cukup mengajarkan ilmu kepada masyarakat Pulau Jawa.

Aji Saka membagi perhitungan tahun menjadi dua jenis yaitu Suryasengkala dan Candrasengkala yang pengertiannya sudah saya sebutkan di awal artikel ini. Suryasengkala digunakan oleh masyarakat Jawa kuno hingga akhir kerajaan Majapahit yaitu. antara tahun 700 dan 1400 Saka atau sekitar tahun 1478 Masehi. Sedangkan Candrasengkala sendiri kemungkinan baru digunakan oleh masyarakat Jawa pada masa setelah masuknya Islam ke tanah Jawa, yaitu pada masa Walisongo pada akhir kerajaan Majapahit dan awal berdirinya kerajaan Demak yang menggunakan tahun Hijriyah Islam. yang didirikan

Sunan Bonang Menjelaskan Fana’ Dalam Tauhid Dan Kemungkinan Melihat Allah

Menuju bumi Pada masa Sultan Agung yang merupakan raja Islam Mataram, tahun Saka/Jawa digunakan dalam penanggalan resmi dan masih digunakan sampai sekarang. Kalender ini dari kalender

Yang didasarkan pada perhitungan tahun Hijriyah, namun awal tahun adalah tahun pertama kali Aji Saka datang ke Pulau Jawa, dan bukan setelah hijrahnya Nabi Muhammad SAW seperti pada tahun Hijriyah.

Baca juga  Ketika Takbiratul Ihram Mengandung Makna Bahwa Kita Pasrah Kepada

Pertama, susunan kata Sengkalan berasal dari bahasa Sansekerta. Saat ini banyak kata yang disusun menggunakan bahasa Jawa Baru yang berasal dari bahasa Sansekerta yang banyak mengalami perubahan pengucapannya, namun karakter angkanya tidak berubah dan menggunakan lambang bahasa Sansekerta. Menurut saya sebenarnya penggunaan istilah-istilah dalam Sengkalan juga bisa disesuaikan dengan zaman sekarang sesuai dengan perkembangan budaya dan ajaran agama yang dianut mayoritas masyarakat Jawa, meninggalkan karakter angka. Misalnya, karena sebagian besar orang Jawa beragama Islam, maka kata Allah SWT atau Gusti Allah dapat disisipkan sebagai kata serapan Sengkalan. Contoh kata Wali yang lain adalah dari kata waliyyullah atau kekasih Allah SWT yang merupakan ulama tingkat tinggi yang dalam konteksnya setara dengan Sengkalan Barahmana. Atau kata pandhita bisa juga diganti dengan kata Kyai, Maulana, Syekh, Habib dan sebagainya. Namun menurutnya hanya itu yang diusulkan saat itu. Menurut saya kata-kata dari bahasa Arab dapat dimasukkan dalam rumusan penyusunan Sengkalan menurut konsep kata padanan (Guru Sinonim), serupa (Guru Warga), sekerja (Guru Karya), tersegel (Guru Sarana) dan sejenisnya (terletak). ) Guru Darwa) sebagaimana sabda Nabi, yang mungkin pada masa Arab diserap pada masa Walison.

Saya telah membahas masalah degradasi ucapan di atas. Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan apabila kata-kata yang berasal dari bahasa Sansekerta menjadi kata-kata dalam bahasa Jawa Baru atau pinjaman dari berbagai bahasa yang kemudian akan disamakan dengan bahasa Sansekerta atau kata-kata yang diturunkan dalam penyusunan Sengkalan. Menurut Raden Bratakesawa, seperti yang saya sebutkan dari laporan adik penulis Ramadhani Meirissa, ada delapan spesies, yaitu:

Jaiiyogamantra 2 Y#gabm 1. Ajimai\tra\mara Primbon. Ingprajadalem Ngayogyai{arta Iiadiningrat L

Itulah 8 jenis bekal untuk menyerap suatu kata dari bahasa sansekerta ke dalam bahasa baru atau bahkan bekal untuk menyerap kata dari bahasa lain yang setara dengan kata sansekerta. Namun 8 jenis kata preskriptif tersebut tidak perlu dijadikan dasar penulisan Sengkalan karena memang begitulah adanya.

Tegese pawarta, gegayuhan tegese, jaringan nir kabel, tumpeng tegese, tegese, tegese tembang pangkur, dj nir maimon, nir kabel, gawok tegese, ana gula ana semut tegese, nir, ancaman nir militer