Nilai-nilai Bangsa Indonesia Yang Semakin Hilang Karena Globalisasi Adalah

Nilai-nilai Bangsa Indonesia Yang Semakin Hilang Karena Globalisasi Adalah – Dalam rangka memperingati Hari Ketidakadilan Internasional yang jatuh setiap tanggal 17 Juli, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan memberikan perhatian pada banyaknya permasalahan ketidakadilan yang masih ada. Hari Keadilan Internasional diperingati sejak tahun 1998 bertepatan dengan disahkannya Statuta Roma, sebuah dokumen hukum internasional yang mengawali berdirinya Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), yang menangani kejahatan terhadap kemanusiaan (kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, kejahatan perang). ). dan pelanggaran pelanggaran/penyerangan). Pembentukan Pengadilan ini setelah Perang Dunia Kedua dan Pengadilan Nuremberg dan Tokyo, yang formula aslinya ditetapkan oleh Komisi Hukum Perserikatan Bangsa-Bangsa (Komisi Hukum Internasional) pada tahun 1940-an, merupakan tugas global. Empat tahun setelah diadopsi, pada tahun 2002, Statuta Roma mulai berlaku. Oleh karena itu, setiap tanggal 17 Juli dikenang sebagai simbol ICC untuk memperjuangkan pejabat militer dan sipil yang kerap lolos dari hukum. Ini juga merupakan upaya kolektif untuk mencegah hal serupa terjadi lagi di masa depan. Sayangnya Indonesia tidak pernah menerima konstitusi Roma.

Pertama, pelanggaran HAM berat masih menjadi masalah yang tidak ingin diselesaikan oleh pemerintah Indonesia. Alih-alih meratifikasi Statuta Roma, Pemerintah Indonesia malah membuat UU Pengadilan Hak Asasi Manusia Nomor 26 Tahun 2000, yang tidak lebih dari upaya kamuflase untuk “menyelamatkan muka” Pemerintah Indonesia di mata dunia internasional dan rezim. menolak mendirikan pengadilan internasional. Namun UU Pengadilan HAM tidak memberikan keadilan bagi korban. Hanya tiga kasus pelanggaran HAM berat yang telah disidangkan di Pengadilan HAM Indonesia dan dalam praktiknya diwarnai dengan intimidasi terhadap saksi/korban, semi-tuduhan, dan pembebasan seluruh terdakwa. Sedangkan 12 kasus sisanya masih ping-pong (bolak-balik) antara Kejaksaan Agung dan berkas Komnas HAM, karena pelakunya berpindah-pindah dan mengambil tempatnya. Seperti yang telah kita lihat, kasus-kasus yang belum terselesaikan sebelumnya akan menjadi preseden buruk bagi penerapan undang-undang kekerasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga negara di masa depan, dimana berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh polisi/militer/pejabat pemerintah terhadap warga negara tidak terselesaikan dan mendapat hukuman. dengan undang-undang yang berlaku saat ini.

Nilai-nilai Bangsa Indonesia Yang Semakin Hilang Karena Globalisasi Adalah

Kedua, penolakan Indonesia terhadap tanggung jawabnya untuk melakukan perlindungan berdasarkan kedaulatan dan intervensi nasional sangat disayangkan dalam upayanya untuk melindungi hak asasi manusia. Sudah menjadi konsensus global dan global bahwa pengabaian Indonesia terhadap tanggung jawab internasional mendorong langkah dan tindakan masyarakat internasional untuk mencegah genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. R2P adalah alat kolektif komunitas internasional untuk menangani dan menyelesaikan masalah hak asasi manusia tidak hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia. Kedaulatan merupakan sesuatu yang harus ditegakkan, karena pelanggaran HAM yang berat merupakan musuh bersama umat manusia (hostis humanis generis), sehingga setiap orang harus menghukum pelakunya (RATP erga omnes). perlindungan hak asasi manusia, nilai-nilai, dan keputusan adalah tugas setiap negara untuk melindungi warga negaranya.

Baca juga  Rasis Adalah Dan Contohnya

Bursa Efek Indonesia

Ketiga, impunitas aparat penegak hukum dan impunitas pembela HAM. Kini, selain menghadapi darurat kesehatan di Indonesia, kita juga menghadapi ancaman impunitas mesin. Kondisi korban kekerasan negara membuat pelakunya sulit diadili. Tantangan ini muncul karena upaya sistematis negara untuk melindungi lembaga penegak hukum yang melakukan tindakan keji tersebut. Upaya hukum yang tersedia berkisar dari penolakan laporan kriminal yang diserahkan hingga sanksi disipliner/moral bagi pelanggar sebatas denda. Hal ini menyebabkan terjadinya kekerasan berulang-ulang yang dilakukan aparat penegak hukum, terlepas dari tanggung jawab negara atas kekerasan yang terjadi. Situasi seperti ini menjadikan para korban banyak menjadi korban pelanggaran HAM. Seiring dengan peristiwa kekerasan yang dialami, negara juga menghadapi tuntutan terhadap pelaku kekerasan.

Apalagi, situasi darurat ini diperburuk dengan tidak adanya jaminan perlindungan negara terhadap pembela HAM. Faktanya, para pembela hak asasi manusia termasuk kelompok yang miskin karena berhubungan dengan pemerintah. Kelemahan dan hubungan yang tidak setara ini telah menempatkan para pembela hak asasi manusia dalam bahaya. Seperti sebelumnya, pembela hak asasi manusia sering menghadapi kriminalisasi, kekerasan, peretasan, dan intimidasi. Berdasarkan catatan kami, antara bulan Desember 2019 hingga November 2020, kami menemukan sedikitnya 28 (dua puluh delapan) peristiwa kekerasan terhadap pembela HAM di sektor sumber daya alam. Dari seluruh kejadian yang tersebar di 11 wilayah tersebut, 14 orang luka-luka, 2 orang meninggal dunia, dan 35 orang ditangkap. Selain kurangnya jaminan atas perlindungan yang memadai, para pembela hak asasi manusia harus menanggung ketidakadilan lain berupa kasus-kasus yang tidak terselesaikan ketika mereka diserang. Beberapa di antaranya adalah pembunuhan Munir, pembunuhan Golfrid Siregar, peretasan Ravio Patra, dan upaya pembunuhan Direktur Walhi NTB Murdani.

Keempat, ketidakadilan yang tiada henti di Papua. Keputusan pemerintah yang menetapkan KGB/OPM sebagai teroris, termasuk mereka yang terkait dan mendukung organisasi-organisasi ini, menunjukkan bahwa pemerintah menggunakan pendekatan keamanan dalam konflik di Papua, dibandingkan pendekatan kemanusiaan, misalnya dialog. Kami percaya bahwa penggunaan pendekatan keamanan akan memperbaiki situasi kemanusiaan di Papua, karena penggunaan kekerasan dapat menyebabkan peningkatan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Pendekatan pemerintah terhadap keamanan tidak selalu menyelesaikan akar permasalahan. Ini adalah salah satu konflik kekerasan yang paling sering terjadi. Secara ilmiah, kelompok peneliti LIPI di Papua mengidentifikasi ada 4 (empat) penyebab utama terjadinya konflik parah di wilayah Papua, yaitu marginalisasi masyarakat Papua, kegagalan pembangunan, situasi politik Papua dan pelanggaran HAM. hak

Baca juga  Membuat Pidato Perpisahan Kelas 6 Brainly

Kelima, penyusunan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang jauh dari prinsip keadilan. Dalam draf yang beredar (2019), kami tidak melihat adanya permintaan untuk memperbarui beberapa ketentuan yang ditolak dalam kampanye #ReformasiDikorupsi. Dalam RKUHP masih terdapat pasal-pasal yang berpotensi merusak kebebasan berdemokrasi, seperti penghinaan terhadap Presiden. Sebagian besar pasal-pasal tersebut menunjukkan bahwa RKUHP, jika dilihat dari nilai-nilai kebangsaan, lebih bersifat kolonial dibandingkan KUHP saat ini, karena isinya dapat mengancam kebebasan sipil. Pasal lain yang berkontribusi terhadap iklim ketakutan demokrasi adalah larangan menghina pejabat hukum, pemerintah dan lembaga publik serta mengkritik sistem peradilan. Pasal-pasal ini sangat sensitif dan dapat menyebabkan kriminalisasi yang luas. Selain itu, RKUHP mempunyai asas yang mengakui adanya hukum yang hidup dalam masyarakat. RCUHP akan memberikan pedoman yang jelas dan ketat kepada lembaga penegak hukum serta kewenangan untuk mengadili kejahatan yang terjadi dalam masyarakat tanpa batas. Dengan demikian, RKUHP berwawasan penjara dan merupakan produk kolonial yang sangat represif sehingga membuka jalan bagi kriminalisasi ekstrim terhadap KUHP (Kriminalisasi).

Khutbah Jumat: Bahaya Hasad Bagi Peradaban Manusia

Ratifikasi ICCPR juga melegitimasi impunitas dan mempersulit upaya meminta pertanggungjawaban pelaku pelanggaran hak asasi manusia. Dalam RCU, tidak ada pengecualian terhadap prinsip penundaan dan aturan penuntutan, sehingga proses persidangan di masa lalu tidak dapat diabaikan begitu saja kecuali dalam proses pengadilan. Selain itu, penyusunan undang-undang tentang pelanggaran HAM berat dalam ICCPR tidak sejalan dengan prinsip-prinsip yang tertuang dalam hukum internasional. Pembuatan dua artikel menghubungkan aktivitas dengan unsur masing-masing orang. Hal ini bertentangan dengan Pasal 6 dan 7 Statuta Roma yang fokus pada kriminalisasi perbuatan. Kekayaan intelektual ini tidak berlaku untuk proses hukum terhadap ayah.

Baca juga  Berikut Ini Pulau Yang Termasuk Kelompok Indo-malayan Adalah

Keenam, penanganan COVID-19 yang tidak adil. Terakhir, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 mengizinkan pihak non-pemerintah untuk memproduksi vaksin kemasan dengan nama vaksin kerja sama. Vaksin yang diberikan berdasarkan biaya layanan pasti akan terkena dampak masalah akses. Pemerintah harus menjamin semua orang di Indonesia mempunyai akses yang sama terhadap vaksin. Namun, dalam krisis dan darurat, negara berurusan dengan rakyatnya. Tentu saja hal ini melanggar etika masyarakat dan bertentangan dengan nilai keadilan sosial. Belum lagi penutupan usaha kecil disertai aksi kekerasan. Karena pemerintah semakin hari semakin memperparah masalah ini, penghidupan masyarakat terampas tanpa ada solusinya. Distribusi kebutuhan pokok seperti bantuan sosial juga lambat. Faktanya, pemerintah tidak mau mengikuti amanat Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan yang menyatakan bahwa pemerintah akan menanggung biaya kebutuhan pokok seperti makanan jika terjadi karantina lokal.

Berdasarkan beberapa komentar di atas, terlihat bahwa pemerintah seharusnya memiliki prinsip good governance dalam setiap proses peninjauan kebijakan, karena keputusan diambil secara sepihak dan tanpa partisipasi masyarakat. Kami sampaikan, langkah ini diambil demi kepentingan beberapa pihak dan akibatnya kondisi kehidupan masyarakat, khususnya korban pelanggaran HAM, semakin memburuk.

Berbagai persoalan di atas sebagaimana diamanatkan Pancasila dan UUD 1945 harus diselesaikan secara adil. Negara wajib menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak warga negaranya. Selain itu, upaya serius harus dilakukan untuk mengakhiri rantai impunitas dan memutus budaya kekerasan. Tanpa upaya-upaya ini, sistem peradilan di Indonesia akan terus memburuk.

Semangat Reformasi Dalam Bayang Bayang Orde Baru

4 Kasus mutasi satu tahun warga Nduga: Pelakunya masih perlu dihukum berat dan inilah saatnya menghentikan kekerasan di Papua.

Sidang kasus pidana Fathiya dan Haris: Haris Azhar menjawab semua dakwaan dan menggambarkan situasi kemanusiaan terburuk di Papua

Dampak globalisasi terhadap bangsa indonesia, jelaskan pentingnya globalisasi bagi bangsa indonesia, cara mengembalikan pesan wa yang hilang karena ganti hp, pentingnya globalisasi bagi bangsa indonesia, bangsa lemuria yang hilang, menjelaskan pentingnya globalisasi bagi bangsa indonesia, dampak globalisasi bagi bangsa indonesia, cara mengembalikan chat wa yang hilang karena pemulihan, cara mengembalikan chat wa yang hilang karena ganti hp, globalisasi bagi bangsa indonesia, pengaruh globalisasi terhadap kehidupan bangsa dan negara indonesia, cara mengembalikan chat wa yang hilang karena memori penuh