Nama Lembah Di Papua

Nama Lembah Di Papua – Jumat lalu saya sedang menunggu penerbangan lanjutan saya ke Jawa. Sebuah perjalanan yang tidak pernah direncanakan sebelumnya namun begitu familiar jika disimpan hanya dalam kenangan yang akan menguap seiring berjalannya waktu.

Minat menghilang. Perjalanan sepuluh jam dari Jakarta membuat kami kehilangan semangat. Menunggu penerbangan lanjutan yang melelahkan serta penundaan yang tidak menentu membuat kami ingin segera tiba dan bersantai. Badan kaku, mata kurang tidur.

Nama Lembah Di Papua

Pesawat kami baru tiba di bandara Wamena sekitar pukul 11.00 waktu setempat. Saat pertama kali turun dari pesawat, udara segar Wamena berhembus menyambut kami. Deretan pegunungan Tangah dan deretan awan yang menggantung rendah seakan menyambut kedatangan kami. Tubuh ini sepertinya mengisi ulang dirinya sendiri setelah baterai rohani kita hampir habis.

Daftar Nama Lembah Di Sumatera, Lokasi & Penjelasan

Tak hanya kami saja, rombongan wisatawan asing pun terlihat terheran-heran menyambut kedatangan di Wamena. Kami melihat penduduk setempat mengenakan pakaian lengkap hanya mengenakan koteka dan menyapa kami. Mereka segera menarik perhatian kami, melampaui pesona pegunungan tengah yang mengelilingi bandara. “Selamat datang di Papua!”

Kami berenam dari Jakarta. Kami adalah pemenang empat esai. Mas Habibi, Mas Anas, Mbak Anisa dan saya menggantikan Fakih dan dua jurnalis lainnya menjadi pemenang doorprize. Mas Hari dan Mbak Vidya. Sebelum menuju akomodasi, Mbak Andini, Liaison Officer (LO) kami selama berada di Wamena, memperkenalkan dua orang yang juga berasal dari Jakarta yaitu Mas Abe dan Mas Widi dari Net TV. Lengkapi kami sebagai grup media sehingga mereka menghubungi kami.

Setelah ngobrol sedikit tentang Wamena, Mbak Andini menginstruksikan kepada supir taksi bandara yang disewanya untuk mengantar kami ke hotel. Saat itu kami sudah sangat lelah dan perlu segera istirahat sebelum melihat sekeliling

Raungan keras terdengar di kejauhan. Sekelompok anggota klan Dan berisik, seolah berteriak kegirangan. Laki-laki itu hanya mengenakan kotek dan tubuhnya dicat hitam pekat, dengan beberapa garis putih khas di wajahnya, sedangkan tangannya memegang tombak yang siap menikam musuh. Mereka berlari memasuki arena seolah siap menghabisi lawannya dalam pertarungan. Mamak-mamak pun berlari mengejarnya, hanya mengenakan Sal, penutup bawah dari anyaman alang-alang, tanpa menutupi badan bagian atas. Di kepalanya tergantung sebuah gelang kaki besar yang dia tenun untuk membawa perbekalan.

Baca juga  Berikut Cara-cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia Kecuali

Kampung Kobrey Di Dataran Tinggi Anggi, Papua Barat

Para fotografer yang hilir mudik takjub melihat apa yang terjadi. Kamera siap mengabadikan setiap detail momen. Mereka didominasi wisatawan mancanegara. Mereka datang jauh-jauh ke Papua hanya untuk menyaksikannya. Ya, Festival Budaya Lembah Baliem 2016 dimulai pada hari itu. Sebuah festival budaya yang sudah lama namun belum begitu terkenal karena aksesnya yang tidak mudah. Kurangnya pula peran pemerintah pusat sebagai simbol pariwisata yang perlu dibina.

Perhelatan besar Festival Budaya Lembah Baliem merupakan salah satu langkah pemerintah untuk meredam perang antar suku yang sering terjadi. Negara Papua dihuni oleh banyak suku asli yang terbagi dalam berbagai wilayah. Suku Dan merupakan suku terbesar yang tinggal di Lembah Baliem. Sejak tahun 1989, Festival Budaya Lembah Baliem dijadikan wadah berekspresi untuk meredam seringnya terjadi perang suku.

Festival Budaya Lembah Baliem kali ini memasuki edisi ke-27. Ini merupakan festival budaya tertua di Papua. Dalam festival ini, suku-suku dari berbagai daerah menampilkan atraksi budaya dengan keunikannya masing-masing. Atraksi yang direkomendasikan antara lain perang, tarian daerah, balap babi, prosesi bakar batu, dan seni membuat noken.

Festival ini berlangsung di lapangan yang telah dipersiapkan sebelumnya di wilayah Valles. Tanah berwarna coklat berkilau diterpa sinar matahari, berpadu dengan keindahan pegunungan tengah yang mengelilingi lokasi festival. Siapa yang tak heran melihat landmark budaya modernitas yang terkesan begitu “primitif” dari suku Dan? Cuaca yang panas tidak menyurutkan semangat mereka, mereka malah lebih bersemangat dari sekedar menonton dan berfoto.

Lembah Manah Kopi, Surga Hijau Di Kaki Merapi

Festival ini sangat ramai hari itu. Didominasi oleh ribuan warga sekitar. Wisatawan asing asal Eropa dan Asia pun tak kalah dibekali perlengkapan kamera lengkap. Raja Muda beserta jajarannya, serta beberapa duta besar negara sahabat asal Eropa pun turut menyaksikan perhelatan akbar tersebut. Menatap pemandangan menakjubkan di kejauhan dari stand pengunjung, sambil sesekali melihat panorama pegunungan tengah yang menenteramkan.

Festival Budaya Lembah Baliem 2016 berlangsung selama 3 hari. Sekitar 40 wilayah berpartisipasi. Ada pula yang datang dari tempat yang jauh dan sebenarnya bukan lagi wilayah Bupati Jayawijaya karena sudah menjadi kabupaten tersendiri seperti Tolikara dan Yalimo. Festival ini seolah menjadi magnet pemersatu. Lebih dari 10.000 pengunjung, 800 di antaranya adalah wisatawan asing, mendaftar untuk mengikuti festival selama tiga hari.

Wamena terkenal dengan kopinya. Kopi Wamena biasa. Kopi jenis arabika ini banyak tumbuh di Lembah Baliem. Konon kopi ini dibawa ke Papua oleh Belanda dan kemudian terus berkembang hingga sekarang. Kopi diekspor ke berbagai negara di luar negeri. Sayangnya, para petani kadang-kadang menghidupi diri mereka sendiri untuk menanam kopi dan tidak memiliki banyak akses terhadap kopi.

Baca juga  Perintah Membaca Terdapat Dalam Surat

Sore harinya, setelah istirahat sejenak di hotel, rombongan kami mengunjungi kelompok petani kopi di Jagara, Wamena yang dipimpin oleh Pak Maximus. Pak Maximus merupakan warga asli Papua yang aktif membimbing beberapa petani untuk mengembangkan produksi kopinya. Baliem Arabika hanya dapat ditanam pada ketinggian diatas 1000 meter diatas permukaan laut. Di Lembah Baliem inilah kopi tumbuh subur. Kopi ditanam menggunakan kompos alami yang ditanam sendiri untuk menghasilkan rasa organik yang khas.

Letusan Awan Panas Merapi Sebabkan Hujan Abu Di 41 Desa, Berikut Nama Nama Desanya

Pak Maximu mengatakan hingga saat ini dukungan pemerintah belum serius terhadap pengembangan ekonomi produsen kopi. Pemerintah hanya memberikan modal, kemudian modal tersebut habis tanpa hasil. Yang sangat diperlukan adalah pembinaan bagi para produsen kopi dalam mengembangkan produknya agar dapat terus berkelanjutan.

Sayangnya, saya bukan penggemar kopi. Namun melihat biji kopi yang belum matang sebelum siap diseduh sungguh menggoda. Bijinya padat, berwarna hitam dan mempunyai aroma yang khas. Aromanya begitu nikmat saat diolah sehingga membuat saya ingin mencobanya.

Ah, Baliem Arabika memang menggiurkan. Saya meluangkan waktu untuk membeli beberapa kotak di festival untuk dibawa pulang. Mungkin ada keluarga atau teman yang ingin mencicipi suguhan itu.

Berjalan-jalan di sekitar Kota Wamena, tidak akan sulit menemukan pendatang. Berhenti di toko atau food court. Disana kita akan mengetahui bahwa penjual makanan tersebut bukanlah orang asli Papua, melainkan pendatang dari luar Papua seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi, dll. Hampir seluruh pemilik dan penjual berbagai produk di kota ini didominasi oleh pendatang.

Pendekatan Yurisdiksi Mempercepat Tercapainya Sgds Di Papua

Makan malam selamat datang Festival Lembah Baliem yang dihadiri Bupati tidak hanya menampilkan kesenian tradisional Papua, namun juga karya-karya dari berbagai daerah di Indonesia. Para imigran ini biasanya memiliki klub sendiri. Ada klub “Batak”, “Jawa”, “Toraja”, “Manado”, “Bali” dan lainnya. Persatuan ini menjadikan Wamena multikultural, meski jumlahnya lebih sedikit dibandingkan penduduk asli Papua sendiri.

Para pendatang biasanya menyebut dirinya LaBeWa atau Lahir dan besar di Wamena. Mereka tinggal di Wamena selama puluhan tahun. Jadi jika ada yang bertanya “Kamu orang yang mana?” “Saya dari Wamena, Pak,” jawabnya. Kota Wamena tidak hanya diperuntukkan bagi penduduk lokal, namun juga bagi para pendatang.

Para pendatang inilah yang menjadikan Wamena semakin maju. Berbagai produk dari Pulau Jawa didatangkannya untuk memenuhi kebutuhan di Wamena. Kota Wamena seperti kebanyakan kota di kawasan ini, kota ini dengan cepat mengembangkan pendekatan dan budaya yang berbeda. Para pendatang memanfaatkan banyaknya peluang yang tersedia di kota sebagai pekerja atau wirausaha, baik dalam skala kecil maupun besar. Sisanya adalah penduduk setempat.

Baca juga  Patung Yang Dibuat Dalam Bentuk Kecil Disebut

Seiring berkembangnya kebudayaan di Lembah Baliem, penduduk setempat mulai mengenal dunia luar. Mereka yang merespon cepat kemajuan peradaban segera memanfaatkan berbagai peluang yang ada. Seperti Raja Muda yang merupakan putra asli Wamena. Sisanya bagi mereka yang menentang atau kebal terhadap dunia luar akan tertinggal jauh.

Keberadaan Dob Kurangi Pengangguran Di Pedalaman Papua

Di pinggiran kota, ibu-ibu Dan membawa sayuran dari kebun mereka untuk dijual di pasar. Mereka mengandalkan ubi sebagai makanan pokoknya. Sementara itu, mereka yang akrab dengan budaya kota sudah terbiasa menyaksikan para pendatang makan nasi.

Tentu saja pendapatan dari penjualan sayur mayur tidak banyak. Berbanding terbalik dengan harga makanan yang dijual di setiap restoran di kota. Harga pun naik lebih tinggi dibandingkan harga di Pulau Jawa. Sebab, sulitnya mengakses produk-produk pokok tersebut. Satu-satunya cara untuk mendatangkan perbekalan dari luar negeri adalah dengan menggunakan pesawat kargo.

Suatu ketika kami makan siang di warteg sederhana, seperti warteg di Jakarta. Penjualnya adalah keturunan Sunda yang sejak kecil tinggal di Wamena, namun dengan logat khas Sudan-Papua. Saat bayar, ternyata kami bertiga mengeluarkan uang 150 ribu dram. Harga secangkir es teh manis 15.000 dram, dan 10.000 dram tanpa gula.

Tak jauh dari situ saya melihat seorang anak kecil berjualan pinang dan sirih. Pinang merupakan jajanan khas Wamena sebagai penghangat badan pengganti rokok yang harganya (mungkin) cukup mahal. Penduduk setempat suka memakan kacang dengan cara digerogoti hingga berubah warna menjadi coklat. Katanya membantu menghangatkan tubuh dari dinginnya udara Wamena. Sayangnya buah pinang tidak berasal dari Wamena. Buahnya didatangkan langsung dari Jayapura. Selama festival, saya kebetulan melihat cairan merah yang hampir mengering di tanah. Berserakan. Awalnya saya mengira itu adalah darah binatang yang ditombak. Ternyata itu adalah kacang yang dikunyah. Oleh karena itu, tidak heran jika terdapat tempat meludah di Wamena. Fungsinya untuk menampung air liur dari kacang yang sudah dikunyah agar tidak dibuang sembarangan. Namun, dibutuhkan upaya lebih untuk mengubah kebiasaan tersebut.

Mengenal 7 Wilayah Adat Di Papua Yang Menjadi Pembahasan Dalam Konferensi Aps

Di sepanjang Pasar Jibama, sebagian besar ibu-ibu berjualan sayuran hasil kebunnya dalam barisan yang rapi. Sayuran terlihat segar karena tanpa pupuk buatan. Di bagian terpisah, warung makan migran menjual produk-produk unik yang didatangkan dari luar Wamena. Keduanya tampak bertolak belakang, memisahkan satu sama lain.

Tapi di kota

Nama tarian di papua, nama desa di papua, lembah di papua, lembah baliem papua, nama lembah di indonesia, festival lembah baliem papua, nama nama danau di papua, suku dani lembah baliem papua, nama daerah di papua, nama bandara di papua, nama nama suku di papua, nama sungai di papua