Jelaskan 4 Penyebab Runtuhnya Kerajaan Islam Banten

Jelaskan 4 Penyebab Runtuhnya Kerajaan Islam Banten – Pada awal abad ke-16, seorang ulama bernama Fatahilla dari Pasay tiba di Banten atas perintah Sultan Trenghana untuk memperluas wilayah kerajaan Demak. Pada tahun 1527, Fatahillah merebut Sunda Kelapa dan menamainya Jayakarta. Perjuangan ini turut membantu penyebaran Islam dan dibantu oleh putranya yang bernama Sultan Hasanuddin. Saat itu Banten masih menjadi kadipaten atau wilayah bawahan kerajaan Demak, dan ketika Trengana jatuh dalam perang merebut Blambangan di Pasuruan, Jawa Timur, perebutan kekuasaan Demak akhirnya dipindahkan oleh Joko Tingkir ke Pajang hingga Hasanuddin merebutnya. penguasaan Banten. menjadi kesultanan yang mandiri dan mandiri dari kekuasaan Demak.

Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan Islam di Provinsi Banten yang pada awalnya berada di bawah pemerintahan Kerajaan Demak. Namun Banten kemudian terpecah ketika Kerajaan Demak mundur, dan pemimpin pertama Kerajaan Banten adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah dari tahun 1522 sampai 1570. Sultan Hasanuddin kemudian menjadikan Banten sebagai pusat perdagangan dan memperluas wilayahnya hingga Lampung sebagai penghasil rempah-rempah di Sumatera Selatan. Baca artikel terkait lainnya Sejarah Lengkap Kerajaan Kutai Kartanegar, Sejarah Kerajaan Majapahit dan Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia.

Jelaskan 4 Penyebab Runtuhnya Kerajaan Islam Banten

Secara geografis, Kerajaan Banten terletak di bagian utara Provinsi Banten modern. Kerajaan Banten terletak di wilayah Banten di ujung paling ujung pulau Jawa, dan semula wilayah Kesultanan Banten merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Sunda.

Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Sumatera

Kerajaan Banten memiliki beberapa pemimpin sekaligus dan pemimpin tersebut menciptakan kehidupan yang baik bagi masyarakat Banten serta kehidupan sosial yang memburuk dan akhirnya menyebabkan kehancuran kerajaan Banten tersebut.

Ketika terjadi perebutan kekuasaan di kerajaan Demak, Banten dan Cirebon ingin memisahkan diri dari Demak agar kedua daerah tersebut pada akhirnya menjadi daerah berdaulat. Setelah Demak, Sultan Hasanuddin diangkat sebagai raja pertama Banten yang memerintah selama 18 tahun dari tahun 1552 sampai 1570 Masehi. l. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Lampung berhasil dikuasai sebagai daerah penghasil rempah-rempah dan Selat Sunda sebagai jalur perdagangan. Pada masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin membangun pelabuhan Banten untuk dikunjungi para pedagang dari berbagai negara, seperti dari Gujarat, Persia dan Venesia, yang ingin menghindari Selat Malaka yang saat itu dikuasai Portugis. Banten tumbuh dan menjadi kota perdagangan, sekaligus pusat penyebaran agama Islam. Sultan Hasanuddin wafat pada tahun 1570 dan digantikan oleh putranya Maulana Yusuf.

Baca juga  Usaha Pengawetan Ikan Di Pantai

Maulana Yusuf memerintah Banten dari tahun 1570 sampai 1580 M. l. Pada tahun 1579, Maulana Yusuf berhasil menaklukan kerajaan Pajajaran di Pakuan, Bogor dan juga menggulingkan raja Pajajaran yaitu Prabu Sedah yang menyebabkan banyak orang Pajajaran mengungsi ke pegunungan dan masih dikenal sebagai suku Baduy di Rangkasbitung, Banten.

Maulana Yusuf yang meninggal digantikan oleh putranya Maulana Muhammad yang naik tahta ketika masih berusia 9 tahun sampai Mangqubi Jayanegar memerintah sampai Maulana Muhammad cukup umur dan memerintah dari tahun 1580 sampai 1596. 16 tahun kemudian, Sultan Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang yang didirikan oleh Ki Genden Sure, seorang bangsawan dari Demak. Kerajaan Banten yang juga merupakan keturunan Demak juga percaya memiliki hak atas Palembang, namun Banten kalah dan Sultan Maulana Muhammad gugur dalam pertempuran tersebut.

Kebijakan Daendels Di Berbagai Bidang Pertahanan, Keamanan, Politik, Peradilan, Sosial Dan Ekonomi

Pangeran Ratu yang saat itu baru berusia 5 bulan akhirnya menjadi Sultan Banten ke-4 dari tahun 1596 hingga 1651. Sambil menunggu sang pangeran dewasa, pemerintahan dijalankan oleh Mangkubumi Ranamangala. Kala itu Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman mendarat di Banten pada tanggal 22 Juni 1596. Pangeran Ratu kemudian diberi gelar Kanjeng Ratu Banten, dan ketika meninggal, ia digantikan oleh putranya, Sultan Ageng Thirtayasa.

Sultan Ageng Thirtayasa memerintah Banten dari tahun 1651 sampai 1682 M. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirthayasa, Banten akhirnya mencapai puncak kejayaannya dan Sultan Ageng Tirthayasa pun berusaha memperluas kerajaannya. Pada tahun 1671 M, Sultan Ageng Tirthayasa mengangkat putranya sebagai pembantu raja dengan gelar Sultan Abdul Kahar atau Sultan Haji. Sultan Haji ini memiliki hubungan baik dengan Belanda, yang membuat Sultan Ageng Tirthayasa kecewa melihatnya dicopot dari jabatan Pembantu Raja Sultan Haji. Sultan Haji kemudian ingin mempertahankan posisinya dengan meminta bantuan Belanda hingga pecah perang saudara dan Sultan Ageng Tirthayasa ditangkap dan kemudian dipenjarakan di Batavia hingga meninggal pada tahun 1691 M.

Sultan Haji diberi wewenang untuk mengatur urusan dalam negeri Suroswan, sedangkan wilayah di luar Suroswan masih dikuasai oleh Sultan Ageng dan putranya Pangeran Purbaya. Belanda memanfaatkan langkah Sultan Ageng Tirtayas untuk memohon kepada Sultan Haji agar menghasut mereka, dan Belanda berhasil hingga mereka terlibat dalam setiap upacara. Karena semakin eratnya hubungan Belanda dengan Haji Sultan, maka Belanda berhasil mengubah tingkah laku Haji Sultan, seperti cara makan, cara berpakaian dan lain-lain, sehingga gaya hidup Haji Sultan lebih kebarat-baratan daripada menggunakan budayanya. bangsa sendiri. Sultan Ageng yang merasa khawatir kemudian meminta kepada seorang guru spiritual bernama Syekh Yusuf agar dapat memerintahkan Sultan Haji untuk pergi ke Mekkah, dan Sultan Ageng berharap agar anaknya berubah dan tumbuh dewasa untuk memerintah kerajaan Banten.

Baca juga  Nilai Kemanusiaan Apakah Yang Diterapkan Oleh Petugas Pemadam Kebakaran

Pada tahun 1674, Sultan menunaikan ibadah haji dengan rombongan dan selama Sultan pergi, adiknya Pangeran Purbaya untuk sementara memegang kekuasaan dan Sultan melakukan perjalanan ke Mekkah selama 2 tahun sebelum dikenal sebagai Sultan Haji. Namun ternyata sifatnya tidak berubah, ia lebih mudah dipengaruhi Belanda, sehingga akhirnya terjadilah konflik antara Sultan Ageng dengan Sultan Haji. Pada bagian ini VOC mendukung Sultan Haji dengan mengajukan beberapa syarat yaitu Banten harus diserahkan ke Cirebon kepada VOC, monopoli rempah-rempah di Banten dikuasai oleh VOC, serta Persia, India dan Xi’an harus disingkirkan sebagaimana adanya. adalah saingan VOC. , Banten juga harus membayar 600.000 ringgit jika tidak berjanji, dan pasukan Banten yang menguasai pantai dan pedalaman Priyangan juga harus mundur.

Kerajaan Islam Di Indonesia Dan Pembahasan Lengkapnya

Perjanjian ini disetujui oleh Sultan Haji, dan dengan bantuan VOC, Sultan Haji menyerang istana Tirthayasa, dan sebagai ucapan terima kasih, Sultan Haji menyambut baik pergantian Gubernur Jenderal Belanda, yang sangat menyentuh hati Sultan Ageng Tirthayasa. Pada tanggal 27 Februari 1682, Sultan Ageng memerintahkan penyerangan ke Surosowan, membakar kampung-kampung di dekat Keraton Surosowan untuk menakut-nakuti Belanda yang tinggal di sana.

Pembakaran desa ini berlangsung selama 1 malam, dan Sultan Haji melarikan diri, meminta perlindungan kepada Jacob de Roy dari Belanda, dan saat fajar pertempuran akhirnya berhenti. Belanda kemudian menambah pasukan hingga perang yang sudah dikuasai oleh Sultan Ageng kembali menjadi milik Belanda, selanjutnya istana Tirtayasa dikepung oleh Belanda selama beberapa bulan hingga terjadi kelaparan dan para pengikut Sultan Ageng melarikan diri bersama Sultan Ageng. Pada tanggal 14 Maret, Sultan Ageng tiba di Keraton Surosowan dan kemudian ke Penjara Batavia sampai meninggal. Baca artikel terkait lainnya Asal Usul Nusantara, Sejarah Minangkabau dan Sejarah Candi Kalasan.

Selama 3 abad Banten berkuasa, kerajaan ini meninggalkan beberapa peninggalan kerajaan di pulau Jawa, ada yang masih kuat dan ada yang tinggal reruntuhan.

Masjid Raya Banten merupakan peninggalan Kerajaan Banten sebagai Kerajaan Islam Indonesia yang terletak di Desa Tua Banten Kecamatan Kasemen dan masih berdiri hingga saat ini. Dibangun pada tahun 1652 pada masa pemerintahan putra pertama Sunan Gunung Jati, Sultan Maulan Hasanuddin, masjid ini merupakan salah satu dari 10 masjid tertua di Indonesia yang masih ada. Masjid ini memiliki menara yang menyerupai mercusuar dan sebagian atapnya menyerupai pagoda Tionghoa, sedangkan di kiri dan kanan masjid terdapat serambi dan kompleks pemakaman Sultan Banten dan keluarganya.

Baca juga  Perbedaan Perubahan Fisika Dan Kimia

Biografi Raden Patah 1455, Seorang Raja Islam Pertama Di Nusantara

Seni budaya dapat dilihat dari bangunan Masjid Agung Banten [Tumpang Lima] dan juga dari beberapa gapura di Kaibon Banteng. Selain itu, istana ini dibangun oleh Jan Lucas Cardel, seorang Belanda yang merupakan pengungsi dari Batavia dan masuk Islam. Keraton ini terlihat seperti istana Eropa dan objek wisata lainnya juga terdapat di beberapa kota lain seperti Serang, Tangerang, Pandeglang dan juga Kilegon.

Keraton Kaibon juga merupakan peninggalan Kerajaan Banten yang pernah dijadikan sebagai kediaman Ratu Aisyah, ibu dari Sultan Saifuddin. Bangunan ini kini hancur dan hanya tersisa reruntuhan akibat bentrokan antara Kerajaan Banten dan Belanda pada tahun 1832.

Keraton Kaibon merupakan peninggalan karya Banten yang merupakan tempat tinggal Sultan Banten sekaligus pusat pemerintahan. Istana yang dibangun pada tahun 1552 ini juga hancur, hanya menyisakan reruntuhan dan kolam renang untuk putri kerajaan.

Benteng Speelwijk merupakan poros pertahanan laut pada masa pemerintahan kerajaan yang tingginya 3 meter dan dibangun pada tahun 1585. Benteng ini berguna untuk pertahanan terhadap serangan dari laut dan juga sebagai tempat pemantauan navigasi di sekitar Selat Sunda. Benteng ini memiliki mercusuar dan beberapa meriam, serta terowongan yang menghubungkan benteng dengan Keraton Keraton Surosowan.

Kerajaan Banten: Sejarah, Masa Kejayaan, Kemunduran, Dan Peninggalannya

Telaga yang merupakan telaga buatan ini berada di sekitar Istana Keraton Kaibon yang dibuat antara tahun 1570 hingga 1580 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf. Telaga ini memiliki lapisan genteng dan batu bata seluas 5 hektar, namun kini menyusut akibat penumpukan tanah sedimen di sekitar tepian telaga, yang terbawa air hujan dan sungai di sekitar telaga. Telaga ini berguna sebagai sumber air utama keluarga kerajaan di Keraton Kaibon dan juga sebagai saluran air untuk mengairi persawahan di sekitar Banten.

Kerajaan Banten memang merupakan kerajaan Islam, namun toleransinya terhadap keberagaman begitu tinggi sehingga candi Budha ini juga menjadi tempat pemujaan.

Runtuhnya kerajaan banten, penyebab runtuhnya kerajaan kalingga, jelaskan penyebab runtuhnya kerajaan sriwijaya, penyebab runtuhnya kerajaan gowa tallo, penyebab runtuhnya kerajaan sriwijaya, penyebab runtuhnya kerajaan singasari, penyebab runtuhnya kerajaan makassar, penyebab runtuhnya kerajaan kediri, sebab runtuhnya kerajaan banten, jelaskan penyebab runtuhnya kerajaan singasari, penyebab runtuhnya kerajaan tarumanegara, penyebab runtuhnya kerajaan medang kamulan