Hasil Yang Diperoleh Dari Pekerjaan Sebagai Nelayan Adalah

Hasil Yang Diperoleh Dari Pekerjaan Sebagai Nelayan Adalah – Oleh Peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan: “Dunia anak-anak adalah dunia bermain dan belajar” karya Aria. Namun cucunya ini berbeda dengan anak-anak di sekitar tempat pelelangan ikan yang kesehariannya menjadi nelayan. untuk membantu termasuk menangkap mereka dan mencuci perahu.”

Nelayan merupakan suatu komunitas yang mempunyai ciri khas tersendiri yang membedakannya dengan komunitas lain, misalnya petani. Banyak aspek dalam kehidupan nelayan yang dapat dijadikan bahan kajian. Salah satu aspek yang sering menjadi kajian adalah masalah ekonomi atau kemiskinan para nelayan. Hampir semua nelayan mempunyai permasalahan serupa, khususnya nelayan tradisional yang mempunyai alat tangkap. Kehidupan perekonomian mereka berbeda-beda sesuai dengan musim atau kondisi alam yang ada, yaitu ada musim tertentu dimana mereka melaut dan menangkap ikan dan ada juga musim dimana nelayan tidak bisa melaut dan menangkap ikan.

Hasil Yang Diperoleh Dari Pekerjaan Sebagai Nelayan Adalah

Selain kehidupan ekonomi nelayan, aspek lain yang sangat menarik untuk dikaji dalam kehidupan nelayan adalah keterlibatan anak usia sekolah dalam kegiatan pengabdian. Hampir semua komunitas nelayan melibatkan anak-anak dalam kegiatan ekonominya di sepanjang pantai. Hal itu bisa disaksikan di Tempat Perdagangan Ikan (TPI) Paotere di Kota Makassar. Banyak anak usia sekolah yang terlibat dalam kegiatan ekonomi seperti lelang.

Pdf) Pekerjaan Alternatif Sebagai Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim (studi Kasus Di Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo)

Berdasarkan observasi, faktor ekonomi bukan satu-satunya alasan anak-anak mengikuti kegiatan pelayanan di tempat pelelangan ikan. Hal ini terlihat pada keluarga yang mempunyai modal/kapal, memiliki latar belakang sosial ekonomi yang memadai, namun lebih memilih bekerja dibandingkan bersekolah. Namun ada pula anak yang bekerja bukan karena tuntutan ekonomi, melainkan karena pengaruh lingkungan sosial di mana ia tinggal.

Keikutsertaan anak-anak dalam kegiatan pengabdian mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, ada yang terlibat karena ingin membantu keuangan keluarga, ada yang terlibat karena ingin mencari penghasilan sendiri, dan ada pula yang terlibat karena berasal dari budaya bahari. . . Ada juga orang yang bekerja karena ingin pensiun seperti paman atau bapaknya, karena untuk menjadi orang sukses sebagai pemilik alat pancing harus memulai dari bawah yaitu pengabdian. Belajar membantu kegiatan, maka lama kelamaan lambat laun Anda akan menjadi pemilik alat pancing, demikian ungkap salah satu anak yang diwawancarai. Selain itu, sebagian nelayan tradisional juga berpendapat bahwa mengikutsertakan anak memudahkan rezeki karena kebahagiaan anak adalah sebuah doa atau harapan. Oleh karena itu, mengajak anak-anak untuk mengikuti kegiatan penangkapan ikan dan pengabdian bukanlah hal yang baru atau asing bagi masyarakat nelayan, karena hal ini juga mengenalkan anak-anak dalam menangkap ikan dan merawat alat penangkapan ikan.

Baca juga  Diketahui Fungsi F Dirumuskan Dengan F(x)=-3x+6

Mengenai ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan di wilayah pesisir khususnya di desa Gusang kecamatan Ajung Tanah sudah memadai. Oleh karena itu, di masyarakat Desa Gusang Kecamatan Ajung Tanah, anak-anak biasanya mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun kenyataannya tidak demikian, banyak anak yang putus sekolah dan ada pula yang tidak pernah mengenyam pendidikan. Namun anak-anak tidak mau sekolah dan lebih memilih bekerja, dari situ mudah mencari uang dan mereka yang mendapat hasil bisa membeli apa yang diinginkannya dan tidak perlu meminta kepada orang tuanya. Oleh karena itu, dari hasil wawancara dengan seorang anak bernama Bindu, beliau mengatakan bahwa “Bekerja lebih baik dari pada melanjutkan ke SMA, tapi mencari pekerjaan juga sulit.

Pekerja anak di Tempat Pelelangan Ikan Paotere tidak memerlukan keahlian khusus, jadi siapapun bisa bekerja disana, yang penting ikuti aturan yang ada terutama kejujuran. Sebab nilai kejujuran dan kepercayaan sangat penting bagi seorang anak. Jika seorang anak tidak memiliki nilai-nilai tersebut maka ia tidak akan bertahan lama dalam bekerja. Namun sebaliknya, jika seorang anak mempunyai nilai jujur, maka ia akan mudah diterima menjadi pekerja kapanpun dan dimanapun. Pekerjaan yang mereka lakukan antara lain mengangkat ikan, membawa air untuk membersihkan perahu, membantu memilah ikan di perahu dan berenang untuk mengangkat perahu nelayan. Sedangkan kapten kapal akan membayar pekerja anak sesuai hasil tangkapan yang terjual dan ada juga yang membayar sesuai jumlah keranjang ikan.

Masa Depan Pekerja Anak Di Paotere Pada Waktu Sekolah

Setelah mendapat upah dari atasannya, mereka bercanda dengan teman-temannya dan nelayan lain, sambil menikmati hasilnya dengan membeli jajanan yang dijual di sekitar pantai. Banyak ditemukan di daerah pesisir, khususnya perkampungan nelayan. Identitas ini tidak mudah hilang dan tidak akan pernah hilang, karena keterlibatan anak merupakan bagian dari kehidupannya yang selalu alamiah dan berkesinambungan.

Sikap seperti ini sangat meresahkan, karena anak-anak tidak boleh dibiarkan bekerja. Berdasarkan Pasal 68 UU Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Untuk keperluan Undang-undang ini, seorang anak berusia di bawah 18 tahun. Artinya, usia minimal yang diperbolehkan pemerintah untuk bekerja adalah 18 tahun. Namun, anak yang berusia 13 hingga 15 tahun diperbolehkan melakukan pekerjaan ringan selama tidak mengganggu perkembangan serta kesehatan fisik, mental, dan sosialnya. Apabila seorang anak terpaksa bekerja, ia harus memenuhi syarat-syarat antara lain bekerja pada siang hari dan tidak mengganggu jam sekolah, bekerja paling lama tiga jam sehari. Padahal, tidak demikian, artinya melanggar amanat undang-undang.

Baca juga  Bagaimana Sikapmu Terhadap Temanmu Yang Pendiam

Inilah sepenggal kehidupan seorang anak yang dihadapkan antara bekerja dan sekolah sejak kecil. Semoga hal ini menarik perhatian masyarakat dan pemerintah. Seorang nelayan sedang memperbaiki perahu di muara Desa Krangsong, Kecamatan Andaramayo, Kabupaten Andaramayo, Jawa Barat, Jumat (13/1). | Lily Sri Handani

Ancaman pengangguran pada kalangan nelayan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, semakin nyata. Mahalnya biaya penangkapan ikan yang tidak sebanding dengan hasil tangkapan membuat banyak pemilik kapal tidak mampu lagi mengoperasikan kapalnya.

Polemik Cantrang: Nelayan Pantura Enggan Berganti Alat Tangkap (3)

Kondisi tersebut salah satunya disadari oleh Aksori (35). Warga Desa Karangsong, Kecamatan Andaramayo, Kabupaten Andaramayo ini berprofesi sebagai nakhoda kapal nelayan. Namun sejak tahun lalu, Aksoori kehilangan pekerjaan yang dijabatnya selama sepuluh tahun.

Selama menjadi kapten, Aksuri berkeliling ke berbagai perairan Indonesia, termasuk Papua. Dia menghabiskan waktu berbulan-bulan, bahkan tujuh bulan, bepergian.

Dari kebiasaannya memegang kemudi kapal di laut, Aksuri kini membawa sebuah alat bernama Koban di tangannya. Alat tersebut ia gunakan sebagai jaring ikan dari salah satu kapal yang karam. Ada tumpukan jaring ikan berwarna putih yang telah dia perbaiki.

Aksori (35), nakhoda kapal nelayan, bekerja memperbaiki jaring ikan di Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Jumat (13/1/2023). – (Lilys Sri Handani)

Nelayan Kecamatan Susoh Rasakan Manfaat Terumbu Karang

Al-Aksuri mengaku rela bekerja dengan upah harian untuk menghidupi istri dan kedua anaknya. Ia biasa mendapat gaji Rp 120 ribu per hari dari pekerjaannya. Namun, pekerjaan tersebut tidak selalu tersedia setiap hari. Jika tidak, dia bekerja serabutan.

Al-Aksuri mengaku tidak sendirian menghadapi situasi seperti itu. Dia mengatakan banyak rekan kaptennya juga kehilangan pekerjaan. Begitu pula dengan nelayan yang merupakan anak buah kapal (ABK).

“Kondisi laut saat ini sedang sulit. Biaya pasokan yang mahal tidak sebanding dengan rendahnya harga ikan. Nakhoda dan awak kapal sangat merasakan dampaknya,” kata Asuri. Jika pemerintah menerapkan PNBP pasca produksi, pendapatan dari perikanan akan berkurang. Bagikan ini

Kisah Al-Aksuri dibenarkan oleh salah satu Kapten Wardani. Meskipun kapal Master mungkin masih berfungsi, hasil yang dicapai saat ini sangat minim. Vardani menjelaskan, kapal berbobot 21 gros ton (GT) yang dioperasikannya itu dibekali perbekalan senilai sekitar Rp50 juta untuk mengarungi Laut Jawa selama satu bulan. Biaya peralatan digunakan untuk membeli 3.000 liter solar.

Baca juga  Bagaimanakah Cara Melakukan Gerakan Nyeledet

Kapal Penangkap Ikan

Namun hasil tangkapannya hanya berkisar Rp 100 juta. Setelah hasil tersebut dipotong sejumlah Rp 50 juta untuk biaya perbekalan melaut. Sisanya dibagi 60:40, dimana pemilik kapal mendapat 60 persen dan 40 persen lainnya dibagi antara nakhoda dan tujuh awak kapal.

“Uang yang dibawa pulang harus dihitung. Prinsipnya, pembagiannya, bisa lebih, bisa lebih sedikit, tergantung hasil tangkapannya,” kata Vardani saat ditanya berapa penghasilannya.

Vardani mengatakan jika pemerintah menerapkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pasca Produksi, maka pendapatan minimum dari penangkapan ikan akan semakin berkurang.

Ketentuan mengenai PNBP pasca produksi tertuang dalam PP Nomor 85 Tahun 2021. Dalam aturan tersebut, PNBP pascaproduksi ditetapkan sebesar sepuluh persen untuk kapal di atas 60 GT dan lima persen untuk kapal di bawah 60 GT.

Keterbatasan Sarana Dan Prasarana Pendukung Di Teluk Semanting

Vardani mengatakan, jika PNBP diterapkan jelas akan sulit, semakin banyak kapal yang tidak beroperasi, harga barang sangat mahal, harga solar mahal, harga alat tangkap mahal, harga ikan mahal. Berbagi lebih sedikit

Satu kapal yang sudah tidak beroperasi lagi milik Varato, pemilik kapal asal Desa Brondong, Kecamatan Pasakan, Kabupaten Andaramyo. Dua kapalnya, masing-masing berukuran 40 GT dan 100 GT, telah menganggur di mulut desa Krang Song selama sepuluh bulan.

“Biaya perbekalan mahal sekali, harga solar mahal, alat tangkap mahal, harga ikan murah, aturan berubah, izin melaut rumit. Saya sudah mengajukan. Tapi Itu belum dilakukan. Sudah lama disetujui. Ini,” kata Warto tentang alasan dia tidak lagi menjalankan perahunya sendiri.

Warto mengatakan, biaya penyediaan perahunya sekitar Rp 500 juta untuk sekali perjalanan melaut. Namun seringkali hasil tangkapannya hanya berkisar Rp 400 juta. “Daripada merugi terus, lebih baik tidak lari. Modal saya hilang,” kata Warto.

Nelayan Kecil Lebih Sejahtera Dengan Perdagangan Berkeadilan. Kok Bisa?

Warto bahkan tidak bisa menjual pesawatnya. Saat ini, tidak ada yang tertarik membeli perahu. “Sulit, sekarang mereka tidak menjual pesawat. Dulu

Rubani Hendra Parmana, Sekjen Gerakan Nelayan Pintura mengatakan, terdapat 600 perahu di sentra penangkapan ikan Desa Krangsong, Kecamatan Andaramayo, Kabupaten Andaramayo. Dari jumlah tersebut, sebanyak 250 kapal berukuran 60 GT ke atas dan sisanya berukuran lebih kecil

Pekerjaan sebagai kontraktor, pekerjaan sebagai translator, pekerjaan sebagai customer service, gambar pekerjaan nelayan, lowongan pekerjaan sebagai staff administrasi, spesifikasi jabatan merupakan hasil yang diperoleh dari suatu, pekerjaan nelayan, pekerjaan sebagai penulis, lowongan pekerjaan sebagai guru, pekerjaan sebagai marketing adalah, lowongan pekerjaan sebagai admin, pekerjaan sebagai marketing