Hasan Bin Ali Dinobatkan Menjadi Khalifah Yang Berkedudukan Di

Hasan Bin Ali Dinobatkan Menjadi Khalifah Yang Berkedudukan Di – Pada tanggal 10 Muharram 61 Hijriah atau 10 Oktober 680 Masehi. Husain, putra kedua Ali bin Abi Thalib, tewas di Karbala dalam pembantaian yang dilakukan rezim Yazid bin Muawiya. Beberapa tahun sebelumnya, pada tanggal 28 Safar 50 Hijriah, atau 1 April 670, tepat pada hari ini sebelum tahun 1351, Hasan, kakak laki-laki Husain, meninggal di Madinah karena keracunan. Berakhirnya kehidupan cucu tercinta Nabi Muhammad SAW sepeninggal Nabi Muhammad SAW dan ketiga khalifah tidak lepas dari pusaran konflik di dunia Islam.

Berbeda dengan Husain yang terus maju menuju Kufah meski bahaya menantinya, kakak laki-lakinya memilih menghindari perang dengan kubu Muawiyah demi persatuan umat Islam.

Hasan Bin Ali Dinobatkan Menjadi Khalifah Yang Berkedudukan Di

Para sejarawan meyakini, sikap Hassan yang lebih lembut dibandingkan Husein merupakan perwujudan dari sabda Nabi Muhammad SAW yang berdoa kepada Allah agar cucunya menjadi orang yang mendamaikan kedua kelompok Islam tersebut.

Makalah Khulafaur Rasyidin

Hasan dilantik menjadi khalifah setelah ayahnya Ali bin Abi Thalib meninggal dunia setelah dibunuh oleh seorang Khawarij bernama Abdurahman bin Muliam. Hawari memotong pedangnya ketika khalifah keempat sedang berwudhu dan bersiap untuk salat subuh.

Pengangkatan Hasan sebagai khalifah tentunya membuat marah Muawiyah, karena keturunan Bani Umayyah sudah melakukan pemberontakan sejak masa Khalifah Ali bin Abi Thalib. Ia mempunyai ambisi untuk menduduki kepemimpinan tertinggi umat Islam.

Sadar Muawiyah mengincar posisinya di Damaskus, Suriah, Hassan menulis surat persuasif kepada Muawiyah. Dia memilih untuk tidak menyerang kekuatan oposisi.

“Jangan terus-menerus berkubang dalam kebohongan dan khayalan. Bergabunglah dengan mereka yang telah berjanji setia kepada saya. Padahal, Anda sudah tahu bahwa saya punya hak lebih besar untuk menduduki jabatan pemimpin umat Islam. Lindungi diri Anda dari azab Allah dan hindari tindakan kemaksiatan. Hentikan pertumpahan darah, cukup banyak darah yang tertumpah sehingga Anda harus bertanggung jawab di akhirat. “Nyatakan kesetiaanmu kepadaku dan jangan menuntut apa pun yang bukan milikmu demi menjamin kerukunan dan persatuan umat Islam,” tulis Hasan seperti dikutip Al-Hamid Al-Husaini dalam Al-Husain bin Ali, Pahlawan Besar dan Islami Kehidupan di Zamannya (1978).

Baca juga  Apa Yang Menyebabkan Terjadinya Keterkaitan Antar Ruang

Kematian Hasan Bin Ali & Perebutan Takhta Khalifah Dengan Muawiyah

Surat tersebut dengan jelas menggambarkan Hassan sebagai sosok yang lebih memilih menghindari konflik dan pertumpahan darah. Ia juga menekankan pentingnya kerukunan dan persatuan umat Islam.

Namun Muawiyah yang sudah makan garam di dunia politik dan memperjuangkan jabatan khalifah sejak zaman Ali, dengan tegas menolak permintaan Hasan.

“Jika saya yakin Anda lebih cocok menjadi pemimpin daripada saya, dan jika saya yakin Anda mampu menerapkan kebijakan yang memperkuat umat Islam dan melemahkan kekuatan musuh, tentu saja saya akan menyerahkan jabatan tersebut. khalifah kepadamu,” jawabnya.

Jawaban ini jelas bukan yang diharapkan Hassan. Selain itu, tak lama kemudian, Muawiyah menyiapkan ribuan prajurit yang ingin didatangkannya ke Kufah untuk menyerang kekuasaan Hasan sebagai khalifah.

Abu Anas Madani

Menetapkan kehormatan di atas perdamaian Sebagai seorang pemimpin, Hassan lebih memilih perdamaian. Namun bukan berarti dia diam saja saat mendapat ancaman untuk memecatnya. Dia kemudian mengumpulkan penduduk Kufah dan memberitahu mereka bahwa kota mereka akan diserang oleh pasukan Muawiyah yang datang dari Suriah.

Hasan memerintahkan setiap orang di Kufah yang mampu berperang untuk bersiap menghadapi ancaman ini. Hassan memilih desa Nuhaila sebagai markas militer yang ingin melawan penjajah dari Suriah.

Namun, sejarah menunjukkan bahwa masyarakat Kufah memperlakukan Hasan sama seperti mereka memperlakukan ayahnya, Ali bin Abi Thalib, yang mengabaikan seruan pemimpin yang mereka sendiri berikrar setia.

“Tahukah Anda, saya Adi bin Hatim. Betapa buruknya sikap yang Anda tunjukkan kepada pemimpin yang Anda pilih dan Anda sumpah setia. Tidak bisakah kamu membuka mulut menerima ajakan pemimpinmu, cucu Nabi Muhammad SAW? orator suku Mudhar terkenal dengan lidahnya yang tajam? Mengapa mereka diam dalam keadaan sekarang?, kata Adi bin Hatim kepada masyarakat Kufah yang tidak menanggapi seruan Hasan.

Gresik: Sebuah Catatan Perjalanan Sejarah Islam Nusantara

Adi bin Hatim adalah seorang pemimpin suku al-Tayy yang lama tinggal di Kufah dan dikenal sebagai orator ulung. Ia masuk Islam pada tanggal 9 Hijriah dan menjadi salah satu sahabat Nabi.

“Saya mendengar perkataan Anda (Hasan) dan memahami seruan Anda. Dengan ini saya berjanji ketaatan dan kesetiaan saya kepada Anda atas nama Allah. “Mulai sekarang saya siap mengikuti perintah Anda dan saat ini saya ingin berangkat ke Nuhail tempat terkonsentrasinya pasukan Anda,” lanjutnya.

Kemudian, dengan menunggang unta, dia pergi sendirian ke Nuhail. Ketika pasukan sudah terkonsentrasi, dia mendirikan tendanya, menunggu pengikutnya dari suku al-Tayy.

Sebagian masyarakat Kufah, terutama laki-laki yang memiliki fisik kuat untuk berperang, akhirnya menanggapi seruan Hasan. Sementara itu, yang lainnya pulang.

Baca juga  Contoh Dari Cerita Fiksi Yaitu

Pdf) Tanah, Kuasa, Dan Niaga: Dinamika Relasi Antara Orang Kerinci Dan Kerajaan Kerajaan Islam Di Sekitarnya Abad Xvii Hingga Xix

“Hai Ubaydilla, saya percayakan kepada Anda komando 12.000 tentara Muslim Arab yang terkenal pemberani, berpengalaman dan ulet dalam berperang. Ketahuilah bahwa salah satu dari pasukan ini bernilai lebih dari sekumpulan pasukan biasa. Perkuat hubungan Anda dengan mereka dan tunjukkan kepada mereka “Mereka adalah sisa tentara ayah saya yang dapat dipercaya,” kata Hassan.

Untung tidak bisa diraih, kemalangan tidak bisa ditolak. Tergiur dengan bujukan Mu’awiya yang menjanjikan uang jika bergabung dengan putra Abu Suyan, Ubaidila bin Abbas berbalik mengkhianati khalifah. Hal ini menyebabkan jatuhnya moral ribuan tentara yang mendukung Hassan.

“Kabar duka tersebut hampir memupuskan segala semangat yang dibawanya dari Kufah. “Ia teringat akan nasib ayahnya yang di tahun-tahun terakhir hidupnya mengalami berbagai macam pengkhianatan dan kini harus menghadapi kakaknya yang mengucilkannya dari dalam,” tulis Al-Hamid Al-Husaini. menggambarkan suasana hati Hasan setelah mengetahui pengkhianatan Ubaidila bin Abbas.

Sementara itu, anak buah Muawiya terus menyebarkan berita bohong tentang pimpinan tentara lainnya yang dilaporkan tewas. Hal ini membuat pasukan pendukung khalifah semakin putus asa. Bahkan, mereka akhirnya berbalik menyerang Hassan. Saat ini, Hassan merasa perang melawan Muawiyah tidak ada gunanya jika mentalitas pasukannya hancur dan pendukungnya yang tersisa hanya menjadi sasaran musuh.

Ali Bin Abi Thalib

Ia akhirnya memilih berdamai dengan Muawiyah dengan membuat beberapa perjanjian, salah satunya adalah menyerahkan khilafah kepada putra Abu Sufyan. Keputusan ini mengecewakan dan membuat marah para pecinta keluarga Rasulullah (umpan ahlulah), salah satunya Hujur bin Adi yang sangat setia dengan umpan ahlulah. Ia marah sehingga berani mengkritik Hasan. Menanggapi reaksi tersebut, Hassan dengan tenang menjawab:

“Halo Hujur, ketahuilah bahwa tidak semua orang menginginkan apa yang kamu inginkan. Tidak semua orang berpikir seperti Anda. “Sesungguhnya dengan penyerahan khilafah kepada Mu’awiyah, aku tidak mempunyai tujuan lain selain menyelamatkanmu dari kehancuran dan kemusnahan,” jawab Hasan.

Setelah menyelesaikan segala urusannya di Kufah, Hasan berangkat ke Madinah. Sebelum berangkat, ia menyampaikan beberapa hal kepada masyarakat Kufah yang masih mendukungnya.

Hasan mengatakan bahwa Muawiyah telah merebut kekhalifahan yang merupakan haknya. Namun, ia lebih mengutamakan perdamaian agar kedua kubu Islam yang berseberangan tidak kembali menumpahkan darah seperti dulu ketika beberapa peperangan menghancurkan jiwa mereka yang merupakan saudara sejati.

Khulafaur Rasyidin Makalah

Kontroversi Kematian dan Tempat Pemakaman Kedatangan Hasan di Madinah disambut suka dan duka oleh warga kota. Mereka berbahagia karena cucu nabi itu kembali ke negeri tempat kakeknya pertama kali membangun peradaban, namun ada kesedihan karena kepemimpinan Islam sudah tidak ada lagi di tangannya.

Baca juga  Jenis Limbah Lunak Reduce

Di Madinah, ketika tak lagi terjerumus dalam pusaran kegilaan politik, Hasan bersungguh-sungguh berpaling kepada Allah. Ia aktif mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat Madinah di Masjid Nabawi. Selain itu, ia juga belajar dengan giat bersama teman-teman kakeknya yang lebih tua.

Pada tanggal 28 Safar 50 Hijriah atau sebelas tahun sebelum kematian adiknya di gurun Karbala, Hasan meninggal dunia dalam usia 46 tahun. Beberapa saat sebelum menghembuskan nafas terakhir, Hassan berkata kepada Hussain, adiknya.

Hussein bertanya pada saudaranya siapa yang mungkin meracuninya. Namun, demi semangat persatuan, Hassan menolak memberi tahu pria yang meracuninya. Ia khawatir adiknya yang mempunyai watak lebih keras darinya akan membalas dendam hingga menimbulkan pertumpahan darah di kalangan umat Islam.

Kumpulan Cerita Wali Songo

Al-Hamid Al-Husaini menjelaskan bahwa sebagian besar sejarawan percaya bahwa Hasan diracun oleh istrinya Jad binti Al-Asyat atas perintah Muawiya, mengumpulkan 100.000 dinar.

Selanjutnya dikatakan bahwa setelah Hasan meninggal, Jada menerima uang yang dijanjikan oleh Muawiya, namun Muawiya mengingkari janjinya untuk menikahkannya dengan Yazid, mungkin karena Muawiya takut anaknya akan mengalami nasib seperti Hasan, tulisnya. .

Sementara itu, Dr. Ali M. Salabi dalam Al-Hasan ibn Ali: His Life & Times (2014) menjelaskan, ada pihak yang justru mengatakan bahwa Yazid memerintahkan istri Hasan untuk meracuni suaminya.

Namun menurut Dr. Ali M. Salabi, Ibnu Arabi (pengembang tasawuf) sebenarnya menolak anggapan bahwa Hasan diracun atas perintah Muawiyah atau Yazid. Sebab menurutnya, Hassan bukan lagi ancaman bagi mereka pasca menyerahnya Khilafah kepada Bani Umayyah.

Sejarah Para Khalifah

Terlepas dari siapa sebenarnya yang meracuni Hassan dan siapa dalangnya, beberapa saat sebelum kematiannya Hassan tetap menunjukkan semangat besarnya tentang pentingnya persatuan umat Islam.

“Bila aku meninggal, kuburlah aku di makam kakekku, Rasulullah. Untuk itu mohon izin terlebih dahulu kepada Ummul Mukminin Aisyah agar saya dapat menguburkannya di rumahnya yang bersebelahan dengan makam Nabi. “Namun jika ada pihak yang menentang keinginan saya, usahakan jangan sampai keinginan saya berujung pada pertumpahan darah dan kuburkan saya di pemakaman umum Bachi,” kata Hassan kepada adiknya sebelum kematiannya.

Dan sungguh, ketika jenazahnya hendak dikuburkan, terjadilah perselisihan antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah. Penerus Umayyah membantah keinginan Hasan karena mereka yakin khalifah ketiga (Utsman bin Affan yang merupakan penerus Umayyah) tidak dimakamkan di samping Nabi. Sementara itu, masyarakat Bani Hasim bersikeras agar wasiat terakhir Hassan harus dilaksanakan.

Di tengah ketegangan tersebut, Abu Huraira, sahabat Rasulullah yang dikenal sebagai penyampai hadis, berhasil menjadi penengah antara dua kubu yang berseberangan. dia mengingatkan

Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Kematian hasan bin ali, khalifah setelah ali bin abi thalib, keturunan hasan bin ali, khalifah hasan bin ali, khalifah ali bin abi thalib, sejarah hasan bin ali, hasan bin ali, hasan husain bin ali, kisah hasan bin ali, kisah khalifah ali bin abi thalib, kisah umar bin khattab menjadi khalifah, wafatnya hasan bin ali