Bagaimana Para Tokoh Pergerakan Nasional Menggunakan Media Massa

Bagaimana Para Tokoh Pergerakan Nasional Menggunakan Media Massa – Pergerakan nasional adalah suatu istilah yang menunjukkan suatu tahapan dalam sejarah Indonesia, khususnya masa perjuangan kemerdekaan pada tahun 1908-1945. Masa perjuangan nasional pada masa ini disebut juga dengan masa Kebangkitan Nasional.

Istilah kebangkitan nasional digunakan untuk menyebut proses perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia pada masa penjajahan. Masa pergerakan nasional atau kebangkitan nasional ini ditandai dengan munculnya sejumlah organisasi massa dan politik bercorak modern.

Bagaimana Para Tokoh Pergerakan Nasional Menggunakan Media Massa

Sejumlah organisasi seperti Budi Oetomo, Sarekat Islam, Indische Partij, Jong Islamieten Bond, ISDV, Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Nasional Indonesia (PNI) dan masih banyak lainnya.

Tugas Etika Media Masa Dan Penyiaran

Banyak dari organisasi-organisasi ini yang awalnya berfokus pada pemberdayaan masyarakat Indonesia, namun segera menabur benih nasionalisme dan menyuarakan perjuangan kemerdekaan. Namun orientasi politik organisasi-organisasi di Hindia Belanda pada awal abad ke-20 tidaklah sama. Ada organisasi yang memilih sikap moderat, namun ada juga yang mengambil pendekatan radikal.

Mengutip artikel “Sumbangan Intelektual Dalam Gerakan Nasional Di Indonesia 1908-1928” dalam Jurnal Historis (Vol 1, No. 2, 2017), kebangkitan gerakan nasional di Indonesia berbarengan dengan lahirnya generasi putra terpelajar. dari tanah.

Setidaknya, kebijakan politik etis yang diperkenalkan oleh Belanda memungkinkan banyak generasi muda Indonesia belajar tentang pendidikan Barat dan mengadopsi cara berpikir modern. Kelompok terpelajar inilah yang melahirkan sejumlah organisasi modern di Indonesia pada awal abad ke-20.

Di sisi lain, pendidikan juga membuat masyarakat terpelajar memahami kebijakan buruk pemerintah kolonial Belanda di tanah airnya. Oleh karena itu, gerakan nasional lahir sebagai protes terhadap sejumlah penindasan kolonial terhadap penduduk nusantara, serta terhadap kemerosotan birokrasi di Hindia Belanda.

Nasionalisme Dalam Sarekat Islam: Kontribusi K.h. Samanhudi Pada Masa Pergerakan Nasional

Meluasnya kemiskinan masyarakat Indonesia pada masa penjajahan Belanda memperkuat kesadaran akan pentingnya kemerdekaan. Seiring dengan lahirnya kesadaran tersebut, pemahaman akan perlunya persatuan bangsa Indonesia melawan penjajahan semakin kuat.

Faktor Internal Gerakan Nasional Indonesia Faktor internal dalam negeri memegang peranan penting dalam memicu bangkitnya gerakan nasional. Realitas penindasan dan ketidakadilan terhadap masyarakat pada masa kolonial menggugah pemikiran kritis para aktivis muda pada dekade paruh pertama abad ke-20.

2. Adanya rasa kesamaan nasib karena hidup dalam cengkeraman kolonialisme sehingga menimbulkan semangat persatuan untuk mewujudkan negara merdeka yang berdaulat.

Baca juga  Proses Pergantian Dari Penggunaan Tenaga Manual Menjadi Tenaga Mesin Dinamakan

3. Timbulnya kesadaran nasional dan harga diri yang didasari oleh keinginan mempunyai tanah air dan hak menentukan nasib sendiri Media massa khususnya surat kabar dan majalah mempunyai peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia di Kalimantan Selatan. Pada masa pergerakan nasional, media massa berperan dalam menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme. Pada masa pendudukan Jepang, media massa terus menggunakan berbagai strategi untuk berusaha tetap berpihak pada perjuangan kemerdekaan meskipun menjadi suara pemerintah pendudukan Jepang. Dan pada masa Perang Kemerdekaan, media massa juga ikut berjuang mempertahankan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, menolak gagasan federalisme dan pembentukan negara Kalimantan, serta mendukung wilayah Kalimantan Selatan menjadi bagian dari negara kesatuan Indonesia.

Pdf) Pers Dan Pergerakan: Membaca Sikap Politik Surat Kabar Fadjar Asia 1927 1930

Sejarah lokal Kalimantan Selatan pada tahun 1900 hingga tahun 1900. Tahun 1950 mempunyai arti yang sangat penting dalam sejarah Indonesia karena merupakan proses kesinambungan sejarah perjuangan kemerdekaan dari tiga masa sejarah, yaitu masa pergerakan nasional, masa kemerdekaan. Pendudukan Jepang dan masa revolusi fisik tahun 1945-1949 hingga pengakuan kedaulatan tahun 1950.

Masa yang terakhir ini disebut juga dengan masa Perang Kemerdekaan karena artinya ketika Proklamasi Kemerdekaan diproklamirkan, lahirlah negara yang merdeka dan berdaulat. Jika Belanda ingin memperoleh kembali kemerdekaannya, maka bangsa Indonesia tidak punya pilihan lain selain mempertahankan kemerdekaan dengan perjuangan bersenjata atau politik, kecuali dengan perang.

Jurnalis dan pegawai surat kabar Semarak/Berdjuang Kalimantan (1947-1952). Searah jarum jam, berdiri: Siti Chasrimunah, Zafry Zamzam, Yusni Antemas, Zainal, Aliansyah Luji, A. Gafar (administrasi). Berjongkok: Artum Artha, anak, Abdul Gani (pelari), Arifin (asisten administrasi)

Namun pada dasarnya masa Perang Kemerdekaan ini melibatkan hampir seluruh potensi bangsa, tidak hanya berperang dengan mengangkat senjata, melalui partai politik atau diplomasi di meja perundingan, tetapi juga melalui media massa khususnya surat kabar dan majalah. . Pada masa revolusi fisik, peran media massa tidaklah kecil, karena melalui media massa itulah berita proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia merdeka, tersebar ke seluruh tanah air.

Hari Ini, 73 Tahun Lalu, Tan Malaka Gugur Di Kediri

Keberadaan dan peran media massa pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia dapat ditelusuri kembali ke dekade pertama awal abad ke-20, ketika terjadi kebangkitan nasionalisme dan patriotisme sebagai reaksi terhadap kolonialisme dan imperialisme.

Kalimantan Selatan (saat ini termasuk Kalimantan Tengah) merupakan bagian dari konstelasi Gerakan Nasional Indonesia. Pada masa yang disebut dengan masa Gerakan Nasional, media massa berperan dalam pemberitaan pergerakan nasional di Jawa dan Sumatera, memberitakan dan mengkritik ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda serta menyatakan perlunya meningkatkan kesadaran akan harkat dan martabat bangsa. orang-orang yang terjajah.

Baca juga  Hewan Dari N

Penanaman semangat nasionalisme dan patriotisme untuk mencapai kemerdekaan yang dilakukan melalui media massa serta organisasi pendidikan dan pergerakan mengkristal pada periode-periode berikutnya dan menjadi modal dalam menggenggam dan mempertahankan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan peranan media massa pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia di Kalimantan Selatan, khususnya pada masa pergerakan nasional (Perintis Kemerdekaan), masa pendudukan Jepang, dan masa Perang Kemerdekaan (Revolusi Fisik 1945). -1949), hingga pengakuan kedaulatan pada tahun 1950 .

De Jonge: Gubernur Jenderal Yang Membuang Para Pendiri Bangsa

Di Indonesia, peran media massa khususnya pers Melayu-Indonesia sangat penting dalam pergerakan nasional karena dapat bersentuhan langsung dengan penduduk pribumi. Oleh karena itu, elit baru Indonesia seringkali menggunakan pers Malaysia sebagai alat komunikasi politik. Pada masa Hindia Belanda banyak terjadi kasus penganiayaan (tulisan yang dianggap merugikan pemerintah atau menghasut agar dituntut di pengadilan), penerbitan surat kabar dan majalah dilarang antara lain karena dianggap berbahaya. pengaruh tulisan berbahasa Melayu di media massa langsung dipahami masyarakat.

Seperti yang terjadi di Kalimantan Selatan, tumbuhnya organisasi pergerakan nasional juga mempengaruhi perkembangan media massa. Keberadaan surat kabar dan majalah menjadi pendorong berkembangnya kebudayaan dan kemajuan peradaban, karena melalui media massa masyarakat memperoleh informasi dan gagasan tentang kemerdekaan, liberalisme, parlementerisme, dan lain-lain, yang merupakan bagian dari pergerakan nasional di daerah. . .

Pemerintah Hindia Belanda sangat membatasi kebebasan mengemukakan pendapat secara lisan dan tertulis, serta peredaran surat kabar dan majalah yang dicetak dan didistribusikan oleh kaum pribumi, namun dalam perkembangan selanjutnya pembatasan tersebut tidak melemahkan aktivitas jurnalis dan jurnalis. pergerakan di Kalimantan Selatan.

Berbagai informasi dapat diperoleh generasi muda melalui taman bacaan (Het Leesgezelschap), seperti yang dimiliki oleh organisasi Srie di Banjarmasin, maupun oleh Persatuan Pemuda Marabahan (PPM) pada tahun 1929. Pendirian taman bacaan erat kaitannya dengan keinginan. keterlibatan masyarakat lokal dalam melakukan aktivitas mungkin telah mengurangi jumlah orang yang tinggal di sana.

Pahlawan Pergerakan Nasional

Saat itu para aktivis gerakan berlangganan atau membaca berbagai surat kabar asal Jawa yang beredar di Kalimantan Selatan, seperti Harian Oemoem, Tempo, PNI Soeloeh Indonesia, Bintang Timoer, Soeara Persatoean Goeroe Indonesia, Hindia Baroe, Bintang Baroe, Bintang Islam, Kemadjoean Hindia .Terang Boelan, Soeara Parindra, Taman Siswa bulanan dan lain-lain.

Selain itu, perwakilan pers dan pergerakan di Kalimantan Selatan juga menerbitkan surat kabar, harian, mingguan, bulanan, baik yang berorientasi nasional, Islam, nasional dan Islami atau netral. Ada yang independen, organ partai politik atau independen, namun redaksi penuh dengan anggota gerakan, seperti surat kabar Malam Djoema’at, surat kabar Soeara Rakyat Kalimantan (SORAK), Soeara Kalimantan, Tjanang, Oetoesan Kalimantan, Pembangonean Spirit, Berita N .Oe, Soeara Pakat Dajak, Soeara M.Th, Soeara B.I.C, Bingkisan, Kalimantan Sadar, Pelita Masjarakat dan Waktoe Call dan masih banyak lagi.

Baca juga  Sing Song Artinya

Secara umum isi surat kabar dan majalah yang terbit di Kalimantan Selatan tidak jauh berbeda dengan berita di surat kabar atau majalah di Pulau Jawa, yaitu untuk menginformasikan perkembangan politik nasional, menyampaikan pentingnya persatuan, memberitakan dan mengkritisi ketidakadilan yang dilakukan Belanda. . . Pemerintah India Timur dan sebagainya merupakan bagian dari gerakan nasional di bidang ini.

Amir Hasan Bondan, dalam tulisannya di surat kabar Indonesia Merdeka, nomor 99 VII, Sabtu 28 April 1951, berjudul “Pers di Kalimantan”, memberikan gambaran perkembangan gerakan pada tahun 1920-an dengan mengingat kembali tulisannya yang dimuat di majalah Malam Djoema ‘pada tanggal 24 November 1927 berjudul “Perasaan Bandjar Totok”. Amir Hassan Bondan membandingkan pemberitaan Malam Djoema’at dengan surat kabar yang dibacanya di Pulau Jawa, dan ternyata ada kesamaan isi surat kabar di Pulau Jawa dan Kalimantan menurutnya. Menurutnya, surat kabar di Kalimantan tidak lebih buruk dari surat kabar di Jawa karena beritanya juga sama panasnya. Dalam tulisannya, Amir Hasan juga mendorong semangat kemajuan seperti di Jawa dengan menganjurkan perlunya anak-anak Banjar bersekolah dan bekerja sama dalam menciptakan sekolah bagi perempuan (Wajidi, 2007a: 83-84).

Jejak Pers Peranakan China Dan Arab, Dari Nekat Muat Teks Indonesia Raya Dan Dukung Pergerakan

Pemerintah Hindia Belanda mempunyai hukum pidana (Wetboek van Straafrecht). Hukum pidana mempunyai beberapa “mata rantai karet” karena mempunyai konotasi, makna kata yang digunakan tidak mengandung makna yang pasti, tetapi bersifat elastis untuk diterapkan sesuai dengan makna yang diinginkan penguasa untuk mengatasi berbagai kasus yang merugikan atau mengancam. sistem kolonial. Pasal-pasal yang dimaksud antara lain: Pasal 153a; Pasal 153b; Pasal 161a; dan Pasal 171a. Pasal 153a berbunyi: “Setiap orang yang dengan kata-kata, tulisan atau gambar mengungkapkan gagasan yang walaupun tersirat atau samar-samar mengandung usulan untuk melemahkan keamanan masyarakat atau menentang kekuasaan pemerintah atau pemerintahan Belanda. Hindia Belanda, diancam dengan pidana penjara dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda dengan batas paling banyak Rp300,00. Kata-kata karet, yaitu “menyugestif”, “tidak menentu” dan “mengganggu keamanan masyarakat.” Pasal 153 bis mempunyai sifat karet yang sama dengan isi Pasal 153 yang berbunyi: “Barangsiapa mengirimkan, memperlihatkan atau menempelkan tulisan atau gambar yang memuat gagasan-gagasan yang disebutkan dalam Pasal 153 bis, dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 300,00.” Pasal 153 ter, seringkali secara khusus ditujukan kepada orang-orang yang bertanggung jawab terhadap media massa (termasuk redaksi) yang tidak menyebutkan namanya

Pergerakan nasional, tokoh pergerakan nasional, tokoh tokoh penting pergerakan nasional, tokoh pahlawan pergerakan nasional, gambar tokoh pergerakan nasional, tokoh nasional, nama tokoh pergerakan nasional, tokoh pergerakan nasional di indonesia, gambar pahlawan pergerakan nasional, biografi tokoh pergerakan nasional, tokoh pergerakan nasional indonesia, media massa