Apa Saja Yang Sudah Diperjuangkan Moh Hatta Bagi Bangsa Indonesia

Apa Saja Yang Sudah Diperjuangkan Moh Hatta Bagi Bangsa Indonesia – Aksi Anti Suap – Sejumlah aktivis antikorupsi yang mengusung tema “Tolak Suap” menggelar aksi di kawasan car free day, di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (18/5). Mereka bertindak untuk mengingatkan masyarakat agar tidak diam terhadap suap.

Dalam situasi kisruh korupsi yang dipimpin banyak kepala daerah dan wakil rakyat, Indonesia seolah kehilangan keteladanan. Tersenyum dan melambai pada korupsi seolah membantah apa yang diperjuangkan sebagian orang dan juga tokoh antikorupsi di negeri ini. Wakil Presiden pertama RI Mohammad Hatta, mantan Direktur Polri Hoegeng Iman Santoso, dan Menteri Kehakiman Baharuddin Lopa merupakan tiga teladan dalam pemberantasan korupsi. Bagaimana ketiganya menghadapi godaan suap?

Apa Saja Yang Sudah Diperjuangkan Moh Hatta Bagi Bangsa Indonesia

Meskipun negara telah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, namun jumlah kejahatan korupsi yang terdeteksi tidak berkurang melainkan meningkat. Pelaku kejahatan semakin meluas ke berbagai kalangan, mulai dari pegawai negeri, pengusaha, polisi, politisi, hakim, anggota DPR, kepala daerah, Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua DPD, Ketua DPR. . , untuk karyawan.

Program Penanggulangan Dampak Perubahan Iklim Telah Dilakukan Di Kota Cirebon

Padahal, perilaku korupsi dapat dicegah sejak dini dengan membentuk sikap jujur ​​dan menolak memberikan suap. Menghilangkan keinginan menyuap yang timbul dalam diri Anda juga merupakan salah satu upaya preventif agar Anda tidak terjerat banyak kasus korupsi. Berikut penjabaran kiprah tiga tokoh panutan antikorupsi terdahulu.

Mohammad Hatta, yang biasa disapa Bung Hatta, adalah contoh politisi yang tegas dalam menolak menerima suap. Dalam buku Mengenang Bung Hatta (1988) karya I Wangsa Widjaja, diceritakan bahwa suatu ketika pada tahun 1970 Bung Hatta mengunjungi Tanah Merah, Boven Digoel, Irian Jaya (Papua) dalam perjalanan bisnis. Pesawat meninggalkan Bandara Kemayoran menuju Ujung Pandang (Makassar) karena harus berganti pesawat kecil untuk melanjutkan perjalanan ke Jayapura.

Setibanya di Bandara Sentani, Jayapura, Bung Hatta diterima oleh Gubernur Irian Jaya, Kaisieppo, dan Bupati Jayapura, Anwar Ilmar. Dari bandara, rombongan Bung Hatta langsung diantar menuju motel.

Pagi harinya, setelah istirahat malam, tibalah Soemarmo, sahabat Bung Hatta, juga pegawai Kementerian Penerangan yang sudah bekerja selama 10 tahun di Irian Jaya. Soemarmo berperan besar dan aktif meyakinkan Bung Hatta untuk mau mengunjungi Irian Jaya, karena selama saya menjabat wakil presiden Bung Hatta saya belum pernah mengunjungi tempat ini. Sedangkan Bung Karno mengunjungi Irian Jaya pada tahun 1963.

Baca juga  Menghitung Persentase Hasil Persilangan Pada Tanaman

Mengapa Bangsa Indonesia Perlu Melakukan Proklamasi Kemerdekaannya? Ini Alasannya

Kedatangan Soemarmo di wisma Bung Hatta pagi itu adalah untuk memberikan sesuatu kepada Bung Hatta. Dia memiliki sebuah amplop di tangannya. Usai perbincangan, Soemarmo memberikan amplop yang diambilnya kepada Bung Hatta.

Bung Hatta bertanya lagi: “Uang apa lagi? Apakah semua biaya perjalananku ditanggung pemerintah? Aku harus bersyukur bisa mengunjungi tempat di Irian ini. Sungguh aku tidak mengerti. Aku tidak mengerti. Apa lagi Uang ini?”

“Ya ampun… ini juga uang negara, termasuk biaya perjalanan Bung Hatta dan delegasi ini,” Soemarmo berusaha meyakinkan Bung Hatta. Sesuai undang-undang yang berlaku saat itu, setiap pejabat yang mengunjungi lokasi tersebut selalu dibekali dana perjalanan, termasuk uang saku selama perjalanan. Dengan demikian jumlah yang ada di dalam amplop itu benar dan masuk dalam anggaran perjalanan Bung Hatta.

“Tidak, itu darah manusia, aku tidak mau menerimanya, kembalikan!” Bung Hatta mengatakan menolak amplop yang diberikan padanya. “Maaf, saya masih belum menginginkan uang itu. Saya tegaskan juga, itu uang rakyat dan harus dikembalikan kepada rakyat,” perintah Bung Hatta.

Hari Lahir Pancasila: Langkah Awal Menuju Kemerdekaan Indonesia

Saat mengunjungi Boven Digoel, tempat Bung Hatta diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1935, ia melihat penderitaan masyarakat Digul yang menyedihkan. Amplop berisi uang yang dibawa Soemarmo diberikan kepada masyarakat. Hal ini menegaskan komitmen Bung Hatta bahwa uang yang diberikan kepadanya adalah milik rakyat dan harus dikembalikan kepada rakyat.

Indonesia mempunyai kepolisian yang bisa dijadikan contoh dalam memberantas korupsi atau suap. Citra mantan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Hoegeng Iman Santoso menjadi gambaran seorang polisi yang tidak bisa menerima suap. Citranya jauh berbeda dengan gambaran polisi saat ini yang bisa disuap saat kita berada di lalu lintas jalan raya. Atau, jauh berbeda dengan penafsiran kami terhadap kisah polisi yang bisa disuap di “jalur belakang” saat mengajukan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Samsat Polres.

Dalam buku berjudul Hoegeng: Polisi dan Perwira Teladan di Suhartono terbitan 2013, dijelaskan betapa baik integritas Hoegeng. Saat Hoegeng diangkat menjadi Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Seksi dan Kriminal) Polda Sumut, tantangan yang dihadapinya tidak mudah. Apalagi bagi seorang polisi muda yang baru memulai karirnya.

Saat itu, kota Medane belum dikenal sebagai tempat yang mudah untuk bekerja. Apalagi bagi para polisi yang setia dan pantang menyerah, karena saat itu Medan sedang maraknya berbagai kasus pidana pemasukan berbagai barang ke Indonesia dan barang keluar Indonesia. Pengusaha juga biasa menyuap pejabat pemerintah.

Baca juga  Batas Daratan Pulau Papua

Mengintip Semarak Kemerdekaan Di Bumi La Maranginang

Saat Hoegeng tiba di kota Medan untuk memulai misinya, ia disambut oleh seorang pengusaha dan rekan lainnya. Pengusaha itu mengaku mengatur rumah dan mobil untuk Hoegeng dan keluarganya saat berangkat kerja di Medan. Bahkan, Hoegeng akan dibawa ke hotel yang telah diatur pihak penyelenggara. Namun Hoegeng dengan tegas menolak semua permintaan pengusaha itu.

Sesampainya di rumah dinasnya di Jalan A Rivai Medan, Hoegeng menerima sejumlah rejeki dari pengusaha Medan. Barang yang dikirim antara lain : mesin cuci, kulkas, mesin jahit dan berbagai furniture. Hoegeng dengan hormat menolak pengusaha itu dan memintanya menarik barangnya.

Namun, para pengusaha itu menegaskan, mereka tidak akan menganggap barang yang dikirim ke Hoegeng sebagai hadiah untuk petugas baru di Polrestabes Medan. Karena belum ada yang mengambilnya juga, Hoegeng mengeluarkannya sendiri dan meletakkannya di depan rumah selama beberapa hari, namun tidak ada yang mengambilnya. Bahkan rusak karena terik matahari dan hujan.

Keteguhan anggota Polri Hoegeng Iman Santoso patut menjadi contoh bagi instansi pemerintah dalam menjalankan tugasnya, yang dengan tegas menolak menerima hadiah dari pihak manapun yang terlibat dalam keahlian yang mereka geluti.

Hidayat Nur Wahid

Mantan Menteri Kehakiman Baharuddin Lopa merupakan sosok penegak hukum yang jujur ​​dan tegas dalam menjalankan tugasnya. Dalam buku Apa dan Siapa Baharuddin Lopa terbitan Kejaksaan Agung tahun 2012 dipaparkan gambaran sederhana Baharuddin Lopa.

Dalam buku Abraham Samad ditulis bahwa Baharuddin Lopa tidak memiliki banyak kekayaan di rumah hingga kematiannya. Rumahnya di Makassar sangat sederhana untuk seorang pejabat tinggi pemerintahan dibandingkan dengan pejabat saat ini dan mantan.

Suatu ketika Baharuddin Lopa ingin membeli mobil pribadi karena tidak ingin menggunakan mobil umum untuk beraktivitas sehari-hari. Baharuddin Lopa menghubungi Jusuf Kalla yang juga pedagang mobil di Makassar dan siap membeli sedan murah. Kalla pun berbohong kepada Baharuddin Lopa dengan menawarkan Toyota Corolla seharga Rp. 5 juta. Padahal sebenarnya harganya Rp 27 juta. Karena tak mau membeli mobil dengan harga temannya, Lopa akhirnya membayar mobil itu dengan harga aslinya. Mobil itu dicicil selama tiga tahun.

“Iya…bisa beli mobil sendiri karena tidak ada urusan sama sekali,” kata Lopa kepada Kalla. Jika menerima tanpa membayar atau membayar harga teman, dia khawatir akan kehilangan kekuasaannya sebagai undang-undang. pelaksana. lalu datang dan minta bantuan. Aku sudah tidak sabar lagi karena saat itu aku sudah ketagihan dengan hadiahmu,” lanjut Lopa.

Baca juga  Negara Paling Timur

Program Dari Sadarestuwati Terwujud, Rakyat Nganjuk Tumpengan

Baharuddin Lopa sangat anti suap. Ia rutin menerima parsel atau hadiah saat hari raya, namun semua parsel yang dikirim ke rumahnya selalu dikembalikan kepada pengirimnya. Pada suatu kesempatan, anak-anak Lopa mengambil coklat dari bungkusnya dan membungkusnya. Namun, Lopa mengetahui hal tersebut. Kemudian Lopa menemukan sebungkus coklat dan membeli coklat yang sama dan memasukkannya kembali ke dalam bungkusannya. Paket telah dikembalikan kepada pengirimnya.

Tiga statistik dalam artikel ini menunjukkan berapa banyak upaya untuk menjadi pejabat pemerintah atau pejabat publik. Godaan dan cobaan bisa datang kapan saja. Suap dalam bentuk uang atau sumber daya dari pemberi kerja atau pihak lain dapat memberikan dampak buruk bagi pejabat dan pemberi suap.

Di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah diperkuat dengan tiga undang-undang antikorupsi: UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. komite korupsi. Penghapusan tindak pidana korupsi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.

Meski demikian, para pelaku korupsi tidak segan-segan mengungkapkan keengganan para pejabat dan pejabat yang bersedia menerima suap dan selalu berencana memeras suap dari pihak lain. Pejabat yang mudah tergoda menerima subsidi dan membuka jalan pintas untuk menerima suap patut menyimak kisah tiga pejuang antikorupsi di atas. (Topan Yuniarto/Litbang )Hari ini adalah Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Bung Hatta merupakan salah satu penginjil publik yang pernah berduet dengan Bung Karno. Berkaca pada kewarganegaraan Bung Hatta menjadi tempat pembelajaran bagi banyak orang.

Siapakah Nama Tokoh Berikut? 2.dimanakah Beliau Dilahirkan? 3. Bagaimana Riwayat Pendidikan Ny? 4.

Nasionalisme yang diusung Bung Hatta nampaknya pada mulanya adalah “nasionalisme terpelajar”. Tentu saja, komunitas luar biasalah yang menjadikan literasi sebagai mesin perubahan dan kemajuan. Tak heran jika pesan filosofis Bung Hatta tentang kecintaan terhadap buku begitu dahsyat.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung tinggi buku, bukan arsitektur yang sesungguhnya. Hal ini karena buku merupakan cara yang efektif untuk membangun nilai sumber daya publik yang efektif. Orang yang mulia bisa membahayakan negaranya demi mempertahankan posisinya di antara negara-negara lain. Masyarakat yang mengedepankan budaya membaca untuk dapat membaca dengan budaya

Hal apa saja yang membanggakan dari bangsa dan negara indonesia, apa tantangan untuk masa depan bagi bangsa indonesia, makna proklamasi kemerdekaan bagi bangsa indonesia adalah, 3 makna proklamasi bagi bangsa indonesia, apa saja yang menjadi keunggulan bangsa indonesia, hal yang diteladani dari moh hatta, skincare apa saja yang sudah bpom, jelaskan fungsi pancasila bagi bangsa indonesia, sebutkan makna proklamasi kemerdekaan bagi bangsa indonesia, tv apa saja yang sudah digital, makna proklamasi kemerdekaan bagi bangsa indonesia, jelaskan makna kemerdekaan bagi bangsa indonesia